Saturday, March 23, 2013


Semenjak bayi bapaku telah pergi meninggalkan kami,otomatis kebutuhan kelurga aku beseerta 5 adik ibuku dan neneku,semua tanggung jawab di bebankan ke ibuku.apa lagi kakek ku pun meninggal d
unia pada saat kami dan saudara ibuku semua masih kecil2..

Aku kurang paham apa yang di sebut sebuah tanggung jawab,karena aku masih kecil waktu itu.

Siang hari ibuku jual makanan ringan di depan rumahku,aku dan ke lima saudara ibuku pun masih sekolah semua,hanya ibuku lah bekerja demi keluarga semua,nenek yang bagian memasak dan merawat kami ibu ku tiada hari kerja dan kerja tampa tau waktu.

17 tahun sudah umurku.aku pun sudah mulai bekerja di pasar di sebuah toko.karena tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan sekolah aku pun memutuskan bekerja untuk meringankan beban ibuku.
Tidak dengan adik2 ibuku..mereka semua masih sekolah hingga perguruan tinggi.

20 tahun sudah ibuku merawat kami.Adik2 ibuku pun menikah dan ikut suami atau istrinya tinggal kami bertiga nenek aku dan ibuku.

Di malam yang dingin ntah kenapa pertanyaan yang selalu aku pendam beberapa tahun ini ingin sekali aku sampaikan pada ibuku.
Dengan sedikit keberanian ku tanyakan pada ibuku...kerja apa gerangan setiap malam beliu keluar rumah hingga fajar menyingsing ibu akan pulang..
Banyak yang memberitahuku bahwa ibuku bekerja sebagai pelacur di rumah bordir di kota kami.

Dengan ku ucap bismillah ku beranikan bertanya pada ibuku.tp yang aku dapat beliu hanya tersenyum dan mengatakan tidak usah mengurusi omongan para tetangga,yang penting kelurga kita tidak merepoti mereka.

Malam itu.sehabis aku jalan2 sama pacarku..tampa aku sadari aku melihat ibuku di tempat sepi bersama dengan laki2.aku ikuti mereka..yang ternyata pemandangan yang tak seharusnya aku lihat benar2 ada di depan mata..ya ALLAH ibuku memang memang seorang pelacur..23 tahun sudah ibuku bekerja sebagai pelacur untuk menghindupi kami..karena dengan bekerja seperti itu kebutuhan aku dan adik2nya akan tercukupi.
Aku begitu marah aku malu dengan pacarku dan mengetahui itu dia langsung memetuskan hubungan kami karena dia tak sudi memiliki calon mertua seorang pelacur.

Karena sakit hati aku di putuskan pacarku.
Aku pun bergegas pulang dan beres2 baju pergi dari rumah tampa pamit nenek dan ibu ku.

7 bulan setelah kepergianku.

Setiap malam wajah ibuku selalu hadir dalam mimpi ku,akhirnya aku pun beranikan tlp nenek ku.
Tangisku langsung pecah saat mendengar ibuku sedang sakit keras.
saat itu juga aku pun bergegas pulang ke rumah.

Sampai di rumah,yang aku dapati hanya nenek,sempat ku tanyakan ibu di mana,,ibu lagi bekerja dan belum pulang.
Lagi2 aku marah aku sempat emosi terhadap nenek ku..karena menipu ku yang mengatakan ibuku sakit keras.Nenek ku bersikeras jika ibuku benar2 sakit..dalam hatiku mana mungkin wanita sakit keras masih bisa bekerja,apa lagi bekerja sebagai wanita panggilan.

Pukul 6 pagi,ku dengar suara sepeda motor ibuku bunyi,aku tahu pasti beliu baru pulang.aku diam karena tak ingin melihatnya.karena ingin kebelakang aku pun keluar kamar untuk ke kamar mandi..

YA TUHAN....apa yang aku lihat di dalam kamar mandi itu..ibuku gundul tampa rambut hanya beberapa helai yang hanya menempel di kepalanya.
Seketika aku menangis histeris aku peluk ibuku dari belakang.
Seketika itu ibuku kaget dan bergegas menggunakan rambut palsu yang kebetulan sedang di lepaskan.

Aku menangis histeris melihat keadaan ibuku seperti itu.
Ibuku pun menangis histeris mengetahui kepulangan ku..
Kami tangis2an dan berpelukan ,nenek yang melihat dan mendengar kami sedang menangis pun ikut2an menangis bersama kami.

Malam itu baru pertama kalinya aku merasa bahagia semenjak kepergianku dari rumah.

Saat di kamar kami bertiga mengobrol aku bertanya apa gerangan sakit yang di derita ibuku.
LEOKIMIA..sontak aku kaget dan menangis.aku tak sanggup membayangkan dalam keadaan sakit parah beliu tak mau berobat,beliu tetap bekerja walau rambut gundul tapi beliu gunakan rambut palsu untuk menutupi kekurangan penampilanya.
Lagi2 aku memeluk ibuku.ku paksa beliu berobat ke rumah sakit tp beliu menolak..
Beliu tak mau aku dn nenek terbebani soal biaya..dengan menahan tangis beliu mengatakan semua manusia pasti akan mati.jadi biarkan diriku yang menderita asal anak dan ibuku tak merasakan penderitaan itu " kata ibuku.
Aku hanya bisa menangis aku tetap berusaha memaksa ibuku untuk berobat tapi beliu menolak,beliu tahu penyakit itu tidak mungkin bisa di sembuhkan maka dari itu di sisah umurnya beliu tetap bekerja sebagai wanita panggilan hanya untuk membahagian kami.

3 hari setelah kepulanganku,kondisi ibu ku semakin drop,aku tahu beliu sudah tak mampu lagi dengan penyakit itu lagi2 beliu tutup i itu semua dari kmi karena takut kami kwatir.

Akhirnya aku memohon hentikan pekerjaan itu,aku sudah cukup bahagia dengan apa yang aku dapat,pengorbanan ibu sudah cukup terlalu besar buat kami.

Hingga ku dengar swara bruakkkkk.....ku berlari ke kamar,ku lihat ibuku jatuh tersungkur ke tanah dengan nafas yang tersengal sengal dia katakan sesuatu maaf kan ibu yang tidak bisa berusaha lagi untuk membahagiakan kalian,cukup 3 rumah yang aku dapatkan dari hasil kerjaku beberapa tahun ini agar kalian tidak kekurangan setelah aku tinggalkan.."
Setelah berucap demikian ibuku pun menutup mata untuk selama lamanya..

Ibuuuuuuu....aku tak mauu semua itu,aku tak mau harta,aku mau ibuu..
"ku goncang2kan tubuh ibuku.

Pemakaman itu pun tiba..aku menangis tiada henti aku belum iklas ibu pergi,aku masih ingin membahgiakan ibu dia berkorban demi keluarga juga demi aku..kenapa aku masih bisa sempat malu mempunyai ibu seperti beliu.

1 Tahun,kematian ibuku..aku masih belum bisa melupakan beliu.apa lagi tanggung jawab keluargaku ada di pundaku,baru sekarang aku rasakan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga..betapa susahnya miikir tiap bulan air dan listrik serta kebutuhan rumah kami lainya,semakin sedih hati ini jika membayangkan seorang wanita bekerja sendiri menghidupi 7 orang sekaligus hampir 23 tahun lamanya.

I LOVE U MAM..SUNGGUH KAU BEGITU HEBAT BIARPUN ORANG LAIN MEMANDANGMU HINA BIAR ALLAH YANG MENILAI INI SEMUA,KARENA AKU YAKIN KAU PUN MELAKUKAN PEKERJAAN ITU KARENA TERPAKSA KARENA SEBAGAI WANITA TAMPA PENDIDIKAN DAN HARUS MEMBUTUHKAN BIAYA YANG TIDAK SEDIKIT DEMI ORANG2 YANG KAMU SAYANGI,AKU TIDAK AKAN MALU MEMILIKI IBU SEPERTIMU KARENA AKU YAKIN BELUM TENTU WANITA LAIN SANGGUP MELAKUKAN ITU SEMUA.

Kecewa itu yang aku dapat dari luar pulau untuk menemui ibu kandung,ingin rasanya saat ini cepat sampai rumah untuk memeluk ibu angkatku.

Di depan rumah ku lihat wajah tua itu menitiskan air mata ,,ya dialah ibu angkatku dia menanti kepulanganku di depan pintu aku pun berhambur lari ke pelukan ibuku,dan kami pun menangis di depan halaman rumah tampa perduli orang lain memperhatikan kami.

Ibuku menangis melihat keadaanku yang habis oprasi,ku lihat raut wajahnya yang mengkerut menandakan beliau sudah tua.tak ada sesuatu katapun yang keluar dri dari bibirnya yang kulihat hanya air mata yg membasahi pipinya
Aku gak bisa berbuat apa2 untuk menjelaskan apa yang terjadi tp aku tahu dia mengetahui segalanya atas perih luka kekecewaanku.

Ibu walaupun beliu bukan ibu kandungku,tp kasih sayang beliu melebihi dr segalanya walapun bapak angkatku pergi meninggalkan kami ibu ku tak berniat ingin menikah lagi atau ingin mempunyai anak lagi karena takut kasih sayang yang di berikan untuku berkurang.
Ya allah aku bersyukur keadaan ini semua kasih sayang ibu ku melebihi kasih sayang ibuku kandung.

Air mata ini tak sanggup aku bendung saat tampa sengaja ku temukan buku diary ibuku..ku baca semua curahan hati ibuku di buku itu

" Tgl 08 -05 -2001 "

Akhirnya yang aku takutkan beberapa tahun ini benar2 terjadi,anaku pergi mencari ibu kandungnya,ingin aku melarang karena aku takut kehilangan putraku,tp aku gak ingin dia kecewa atau bersedih,
Hanya padamu,
jeritan hati ini ku limpahkan ya allah.
Malam ini terasa sepi aku rindu putraku ku siapkan masakan kesukaanya tp dia belum pulang2,jika memang putraku berkeinginan tinggal dengan ibu kandungnya.lebih baik secepatnya nyawa ini lepas dr raga,aku sanggup kehilangan segalanya asal jangan dia,

22 15 wib.

aku takut kehilanganmu nak..aku menanti kepulanganmu tp kapan,ingin aku menelpon mu tapi itu tak mungkin aku gak mau menggangu pertemuanmu dengan ibu kandungmu..
Aku betul betul takut kau tinggalkan aku takut tak menghiraukan aku.aku tak mau itu ya gusti.

Air mata lagi2 basah membasahi buku diary ibuku.aku janji pada diriku apapun yang terjadi tidak akan pernah aku meninggalkan dirimu aku janji ibu,ingin saat ini aku memlukmu dan meminta maaf padamu aku sempat tak memikirkan perasaanmu,kau memang ibu angkatku,tp kasih sayangmu melebihi dari ibu kandung ku.

" IBUUUUU.....ku peluk ibuku erat2 aku menangis dan bersimpuh di kakinya telah berbuat beliau meneteskan air matanya untuku,.

"Nak ada sesuatu yang ingin aku sampaikan,ibu mu tlp aku tadi,dia akan menjemput kamu minggu ini.." ujar ibu angkatku,,ku melihat wajah merah menahan tangis di wajahnya,,ku peluk beliau erat2 aku berjanji hanya kematian yang bisa memisahkan aku dengan beliu walapun hati kecilku aku berharap bisa memeluk ibu kandungku,semenjak mendengar kabar itu ku lihat beliau murung,beberapahari ini ku hibur beliu dengan canda tawa dan jalan2 bersamaku aku yakinkan tidak akan pernah meninggalkan dia percayalah bu.

Tok tok...ku dengar ketukan pintu dari luar ku lihat sekilas ibu merasa was was dan menitiskan air mata..

Dengan langkahkan kaki aku pun bertanya pada sang pencipta harus berbuat apa aku sekarang di depanku ada dua orang wanita yang begitu besar jasanya terhadap kehidupanku beri aku petunjuk hambamu ini ya ROBB..

"Maaf kan aku " kata2 yang pertama kali terucap dr ibu kandungku,akupun menangis dan langsung memeluk beliau kami saling berpelukan dan saling tangis2an.dan kami pun duduk berempat beserta suami ibu kandungku,ku lihat wajah ibu angkatku dia terlihat ingin menangis tp dia begitu sanggup menutupi keadaan..

Tampa ku sadari ibuku kandung memberi sebuah cek berjumlah besar dan di serahkan ke ibu angkatku..sambil mengucapkan terima kasih telah merawat ku sambil menangis ibu kandungku meminta ijin agar ibu kandungku bisa dekat denganku,tak terlihat sama sekali air mata mengalir di mata ibu angkatku..ku pegang erat tangan beliau aku ingin meyakinkan beliau tak akan pernah aku meniggalkan beliu..hingga obrolan demi obrolan waktu malam pun tiba,,ibuku menginap di rumah kami,

Hingga tengah malam diam2 aku intip kamar ibu angkatku,ya ALLAH aku melihat beliu memeluk fotoku sambil menangis sesenggukan,ku dkati beliu ku yakinkan sekali lagi aku tidak akan pernah meninggalkan beliu...

"ingatlah ARDY ,ibumu sakit parah temani dia ikutlah pulang bersama ibumu,kamu jangan kwatir uang pemberian ibumu cukup banyak untuk masa depan hidupku .." kata ibuku sambil menunjukan sebuah cek pemberian ibu kandungku,ada sedikit rasa kecewa dalam hatiku segituhkan kasih sayangnya kepadaku hanya karena harta beliu rela melepaskan kepergianku..akupun berlalu meninggalkan kamar ibu angkatku sambil memikir ucapanya itu dan bergegas melihat kamar yang di tempati ibu kandungku dan suaminya ku lihat mereka terlelap tidur karena kecapekan..

Pagi hari sudah pukul 7 kenapa ibu angkatku belum keluar dri kamarnya tidak seperti biasanya beliau sudah bikin sarapan untuku apa lagi ada tamu.ku lihat ke kamar beliu tp tak kudapati beliu di kamarnya ku cari sekeliling rumah dan tanya ke tetangga ibuku tak ada yang tau keberadaanya..sambil menghibur hati aku pun berpikir mungkin ibu angkatku ke pasar untuk belanja karena semalam ku lihat beliu berseri seri menrima cek pemberian ibuku kandung.
Sambi ku tunggu kedatanganya aku pun memasuki kamar ibuku ku lihat sesuatu di balik bantal ibuku..yang ternyata sebuah surat dan sertifikat rumah beserta cek pemberian ibuku kandung,tanganku bergetar saat membuka surat itu..

"ARDY ... maaf ibu gak pamit pergi dari rumah,,aku tak sanggup menrima kenyataan kau akan pergi meninggalkan aku,demi kehidupanmu dan kebahagiaanmu maafkan aku harus pergi meninggalkan kalian tampa pamit terlebih dahulu..ini surat2 rumah dan beserta cek dr ibumu,gunakanlah untuk masa depanmu kelak jika sudah berkeluarga,selamat tinggal anaku titip salam sama ibu kandungmu..

Jantung ini tersa berhenti sejenak,tiada kekuatan untuk melangkahkan kaki untuk mengejar,,aku hanya bisa terhenyak sesaat dan IBUUUUUUUUUUUUUU..........ku berlari mengejar ibuku ntah ke mana kaki ini mengejar,,station,terminal,rumah saudara semua tak ada yang mengetahuinya,,, aku gak sanggup
menrima ini semua aku mau ibu,pulanglah bu ku umumkan di radio koran beserta keluarga ibuku yang lain tp tak pernah ada kabar dri beliu.
Ku ratapi hidupku ku sesali tingkahku yang sempat menilai ibuku lebih sayang harta dri pada aku.
Hingga 5 tahun sudah aku tetap mencari dan mencari keberadaan beliu tp nihil. Aku tetap menunggu kedatangan beliu ke rumah kami,sedangkan ibu kandungku kembali ke luar pulau

7 tahun persis kepergian ibuku akupun sudah menikah dan memiliki seorang putra,dan kini akupun di tugaskan ke pulau ibu kandung ku berada.ibu begitu senang menrima kedatangan kami walaupun kami tinggal di asrama tp jarak rumah kami tak begitu jauh kami tempu..di saat kami berjalan jalan ke alun2 kota dengan kelurga tiba tiba ada nyanyian dr seorang pengamen wanita lagu itu sering di nyanyikan ibu angkatku dulu waktu aku kecil..aku berlari mencari swara itu kaki ini merasa lemas saat ku tahu wanita itu mirip ibu angkatku..gak mungkin dia mengamen di alun2 kota ini batinku...ku dekati dia ku panggil dia..BU NUR...seketika wanita tua itu menolehku pandangan kami pun bertatapan air mata ini tak sanggup aku tahan saat mengetahui dia orang yang bertahun tahun aku cari.."maaf anda salah orang .. "ujar wanita itu sambil cepat berlari..aku tetep mengejar nya...aku gak akan salah dia adalah ibuku..ibuku yang berkorban besar untuku..aku peluk beliu dri belakang sambil meraung menangis memohon jangan dia tinggalkan aku lagi,,akhrinya beliu pun luluh dan menolehku menangis sejadi jadinya,,
ku ucap syukur kepadamumu sang khalik..kini aku baru tahu setelah ibu menjelaskan padaku,

Wktu itu beliu pergi dri rumah dia pergi ke pulau ibu kandungku berada dia berharap akan selalu bisa melihatku krn dia yakin aku akan ikut ibu kandungku di pulau itu,,padahal beberapa tahun ini aku tetap tinggal di rumah ibu angkatku karena aku berharap kedatanganya...kini.kami pun berkumpul bahagia setiap harii liburan kami sering bermain bersama ke rumah ibu kandungku..

Penyesalan Kasih Sayang..
 oleh : payzo (admin getect)

Di sebuah rumah gubuk, yang di dalamnya tidak ada penerangan, terdengarlah suara hentakkan seorang anak kepada ibunya, "pokoknya aku ingin dibelikan baju baru..." begitulah suara yang lantang tersebut membuat sang ibu yang sedang duduk berdzikir dalam kamar, terkejut. Detak jantungnya berdetak kencang, air mata menetes di pakaiannya, tangan kanannya menekan dada, dengan harapan agar detak jantungnya bisa berdetak lebih tenang. Tetapi sebelum detak jantung sang ibu mulai mereda, terdengar lagi suara lantang sang anak, dari luar kamar, "kalau ibu tidak mau menuruti keinginanku, aku akan pergi dari rumah ini.. biar.. biarlah ibu tinggal sendiri tanpa ada yang mengurus ibu..!!" detak jantung sang ibu bertambah kencang, jemari tangan kanannya semakin erat menggenggam dadanya. Suara napas sang ibu begitu berat, air matapun terus membasahi pakaian ibu. Penyakit jantung yang di pendam sang ibu selama ini mulai kambuh. dengan perasaan yang berkcamuk, sang ibu ingin menghentikan kegaduhan yang di lakukan sang anak, dengan susah payah ibupun berucap dengan berat dan lirih, "bukannya ibu tidak mau menuruti keinginanmu sayaaang...,"ibu terhenti sejenak, karena menahan rasa sakit di dadanya, kemudian ibu melanjutkan lagi ucapannya,"tetapi sejak bapak mu tiada, ibu tidak memiliki apa-apa untuk memenuhi semua keinginanmu", ucapan ibu kembali terhenti, karena tangisan semakin berat, sambil menahan suara tangisan ibupun kembali berucap dengan terbata-bata, "jika engkau ingin pergi.. pergilah.." tangisan ibu tambah berat, karena perkataan tersebut adalah bukan keinginan hatinya, hingga tangan kiri sang ibu, dengan erat menutupi mulutnya agar tangisnya bisa berhenti, tetapi semakin erat jemari ibu menutupi mulutnya, semakin berat tangisan sang ibu. Tiba-tiba "BRAAK...!!" terdengar benturan benda keras di dinding kamar ibu. Rupanya sang anak melempar kursi ke dinding kamar sang ibu, karena kesal ancamannya ingin pergi dari rumah, malah di restui oleh ibunya.
Dengan perasaan hancur dan sesak, perlahan sang ibu paksakan diri untuk berdiri dan keluar dari kamar untuk menghampiri sang anak, ketika di lihatnya sang anak dengan kondisi penampilan yang kacau, ibu pun tersenyum perih sambil menyeka air mata, agar sang anak tidak melihat air matanya, kemudian berucap," pergilah nak.. kalau kau mau pergi..", tetapi sang anak tetap diam di tempat sambil menahan rasa kesal. Melihat anaknya diam saja, sang ibu menghampiri, kemudian dengan perlahan meraih tangan sang anak."pergilah...." dengan lembut sang ibu berucap. Tetapi tiba-tiba sang anak dengan kasar menarik tangannya dari genggaman sang ibu, sambil berucap kasar,"Ibu memang tidak pernah sayang sama aku..., ibu memang benci sama aku.... ibuu..." ucapan sang anak terhenti, ketika sang ibu dengan tangisan yang tak terbendung, menarik paksa tangan sang anak ke arah pintu rumah. Melihat reaksi ibunya yang marah sembari menangis, membuat sang anak bingung, karena ulahnya yang mungkin sudah terlalu berlebihan menyakiti perasaan sang ibu, hingga sang ibu meneteskan air mata, dengan keadaan bingung sang anak berusaha melepas tarikan tangan ibunya.

Tetapi sebelum genggaman ibu terlepas, dan mulut sang anak belum sempat terucap maaf. Ibu sudah terlebih dahulu menarik dan mendorong anaknya keluar rumah, dan dengan seketika sang ibupun menutup rapat-rapat rumahnya, sembari menangis di balik pintu, karena tidak tega membiarkan sang anak terusir oleh dirinya sendiri. Sedangkan sang anak terdiam kebingungan dengan apa yang telah dia lakukan. sang anak mencoba untuk mengetuk pintu yang tertutup, sambil meneteskan air mata sang anak berucap pelan, "ibu.............. ibu.......  maaf ibu...", tangisan sang ibupun semakin berat, mendengar lirihan lisan sang anak. Sang ibupun semakin menangis, ketika setiap anaknya memanggil nama ibu. hingga akhirnya sang ibu terhenti menangis karena tidak lagi mendengar suara sang anak dari balik pintu. Karena kawatir, sang ibu mencoba mengintip di celah-celah pintu, untuk mengetahui apa yang sedang di lakukan anaknya... ternyata dilihatnya sang anak mencoba memberanikan diri pergi dari rumah, tetapi setelah melangkah sejauh 5 meter, sang anak kembali lagi di depan pintu, kemudian hal ini terus terulang sampai 3 kali. Setelah itu sang anak terdiri terdiam, dengan air mata terus terurai. dengan tubuh gemetar, karena perasaan terus berkecamuk, menyesal telah menyakiti perasan ibunya, kemudian perlahan sang anak menurunkan lututnya di depan pintu, sambil menempelkan pipinya yang basah ke dinding pintu. Kemudian berucap,:
"Ibu... buka pintunya bu... maafkan aku ibu... "

"jika engkau tidak mau membuka pintu ini..., "
"pintu siapa lagi yang akan terbuka untukku ibu...."

"ibu.. jika engkau mencabut kasih sayangmu..."
"kemana lagi aku akan mendapat kasih sayang seorang ibu.."

"Ibu... jika engkau tidak memaafkanku..."
"surga mana yang akan menerima anakmu ini bu..."
Mendengar tobat anaknya, sang ibupun bersegera membuka pintu kemudian memeluk anaknya sembari menangis dan berucap,:
"Anakku... sayangku... "
"Siapa yang tidak luluh hatinya ketika mendengar tobatmu.."
"Siapa yang tidak akan membuka pintu rumah untukmu..."
"Siapa yang tidak mau memaafkanmu..."
"Ibu mana yang tega membiarkan anaknya masuk kedalam siksa neraka..."
"maafkanlah ibu.. anakku... jika orang itu adalah ibumu ini..."
Ketika ibunya terdiam, sang anakpun menjawab," tidak ibu... akulah yang seharusnya minta maaf,... akulah anak yang tidak tau diri....., anak yang tidak pernah bersyukur...., tolong maafkan semua kesalahanku bu... aku berjanji tidak akan menjadi anak yang durhaka lagi....", seketika suasana menjadi hening, tangis isak sang ibupun tidak terdengar lagi,"bu....ibu...maafkan anakmu ini ya bu..." ucap lembut sang anak, tetapi ibu tidak menjawab sepatah katapun. dengan pelan sang anak menggoyang tubuh sang ibu,"bu.... ibu.... ibu... ibu...", tiba-tiba saja tubuh sang ibu terjatuh lunglai, dengan sigap sang anak memangku ibunya. terlihat raut wajah ibu yang masih basah dengan air mata, sang anak berusaha mengusap air mata di wajah ibu, tetapi ketika tangan sang anak menyentuh hidung ibu,  tidak dirasakan, adanya peredaran udara di sekitar hidung ibunya. dicek ke nadi ibunyapun sudah tidak berdetak lagi. 
Menyadari ibunya sudah meninggal dunia sang anak teriak histeris..
"IBUUUU......IBUUUUU....."
"maafkan aku ibu..."
"jangan tinggalkan aku ibu...."
"engkau belum sempat memaafkanku ibuu..."
"kemana lagi aku mencari penggantimu ibu..."
"aku menyesal ibu..."
"Ibuuuu..... Ibuuuu......"


Sekian dulu ceritanya semoga bisa di ambil hikmah dan pelajaran di dalamnya...

Kisah Seorang Ayah Takmengakui Anaknya

Saya adalah anak sulung dari lima bersaudara kandung, namun hal itu baru saya ketahui saat usia 21 tahun.  Saat saya dilahirkan orang tua saya belum menikah. Untuk menutupi rasa malu saya diadopsi oleh kakek-nenek dari pihak Ibu. Sehingga sejak saya lahir saya masuk daftar keluarga Kakek dan menjadi anak bungsu dari tujuh bersaudara. Jika berbicara masalah sakit hati, sejak dalam kandungan Ibuku saya sudah sakit hati sebagai anak yang ditolak kehadirannya.
Saat saya usia SD kelas tiga saya dititipkan pada salah satu kakak perempuanku di kota yang berbeda demi menuntut ilmu. Saat itu kakak perempuan saya sudah berkeluarga dan mempunyai 4 empat orang anak—tiga perempuan dan satu laki-laki.Merasa ikut dengan kakak apalagi sudah disekolahkan otomatis saya harus tahu diri bagaimana hidup "menumpang" pada saudara, sikap kakak perempuan saya ataupun kakak ipar saya sungguh-sungguh meyakinkan saya bahwa saya memang bukan siapa-siapa di rumah itu. Saya adalah seorang adik yg dititipkan di rumahnya. Perilaku mereka terhadap saya sungguhlah menyakitkan. Saya merasa tidak punya hak apapun di rumah itu, sekian puluh tahun lamanya saya memendam perasaan tertekan. Saat malam datang saya selalu menangis meratapi nasib yang harus saya jalani. Sering saya menjerit merasa Tuhan tidak adil dalam hidup saya.Hatiku lebih bagai tertusuk sakit rasanya saat melihat keluarga kakak saya bermain bersama di kamar—bercanda bersama di atas tempat tidur, sementara saya duduk di lantai, di ujung pintu melihat semua itu dengan penuh pahit dan getir—tak terasa air mata ini mengalir…Hingga suatu saat salah satu keluarga saya (Tante saya) datang pada saya dan menceritakan siapa saya sebenarnya. Tante saya tidak tega melihat perilaku orang tua saya pada saya sehingga dia memberanikan diri untuk menceritakannya.Ibarat petir di siang bolong saat saya mendengar semua cerita itu. Bumi serasa berhenti berputar. Saat itu saya berusia 21 tahun masih kuliah. Sungguh saya tak percaya mengetahui kenyataan bahwa selama ini berpuluh-puluh tahun lamanya, sebenarnya saya hidup dengan orang tua kandung saya sendiri. Orang tua yang melahirkan saya! Orang tua biologis saya! Dan saudara-saudara kandung saya! Yang saya tahu sebelumnya, saya adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara, mendadak, seketika itu, saya harus menerima kenyataan bahwa sesungguhnya saya adalah anak sulung dengan empat orang adik.Ya Tuhan….aku kehilangan hak kesulungan yg seharusnya aku dapatkan, aku kehilangan masa kecil saya yang seharusnya dipenuhi dengan kasih sayang utuh dari Ayah dan Ibu saya. Sekian lamanya saya kehilangan masa-masa bahagia seperti itu. Kenapa mereka begitu tega berbuat semua ini terhadap saya? Kenapa selama ini saya dibohongi, hingga sempat beberapa kali saya ingin mati saja...saya tidak kuat!Begitu berat yang saya rasakan sehingga saya mengalami depresi. Selama tiga bulan saya hidup dengan obat penenang dan pengawasan psikiater...!!Orang tua kandung saya pun meminta maaf kepada saya. Namun saat itu untuk memaafkan masih terasa begitu berat bagi saya, karena kekecewaan dan sakit hati masih begitu dalam dan kuat.Saya rasakan selama saya hidup dengan mereka. Memori saya kembali berputar. Getir rasanya mengingat saat saya melihat dan mendengar orang tua saya berbohong dengan mengatakan anak mereka empat orang setiap kali ada pertanyaan masalah jumlah anak. Hati ini bagai ditusuk saat saya mendengar dengan telinga saya sendiri berkali-kali Ibu saya menyangkal—tidak mau mengakui saya sebagai anak kandungnya. Begitu tega Ibu saya mengarang cerita saya hanyalah adik yg dititipkan orangtuanya.... oohhh....!!Saat saya mengalami luka karena status saya yang tidak jelas anak siapa dan beberapa kali saya dikatakan "anak haram" oleh orang lain, saya ingin sekali menangis menumpahkan rasa sakit itu pada orang tua saya sebagai orang yang melahirkan saya. Namun yang ada justru sebaliknya mereka marah dan tidak mau tahu apa yang saya rasakan, hingga saya berpikir orang tua saya lebih mementingkan perasaan mereka dari pada perasaan anaknya.Kenapa saya tidak dibunuh saja saat saya lahir sehingga saya tidak perlu mengalami rasa sakit ini....???Usia 25 tahun saya menikah. Pernikahan yang seharusnya penuh sukacita namun justru sebaliknya, karena saat pemberkatan nikah di gereja dibacakan di situ bahwa saya adalah anak yatim piatu, sementara di sebelah saya duduk kedua orangtua kandung saya. Air mata saya mengalir… ingin rasanya saya berteriak dan mengatakan pada semua orang, “Saya masih punya orang tua yang hidup! Dan mereka ada di sini!!”Sangat menyakitkan ketika tahu saya tidak diakui sebagai anak kandung secara hukum. Saya hanya diakui secara biologis saja.Menikah dalam kondisi emosi yang masih labil sangat mempengaruhi hidup suami istri. Saya menjadi orang yang sangat emosional dan sensitif, mudah terluka. Bersyukur saya mempunyai suami yang sangat sabar dan mengerti serta memahami sikap saya.Saya pun aktif pelayanan di gereja, namun yang saya rasakan pelayanan hanyalah sebuah pelarian dan untuk menghabiskan waktu saja. Tidak ada pertumbuhan apapun yang saya dapat dari aktifitas di gereja.Hingga suatu saat, saya merasa ada yang tidak beres dalam hidup saya. (Saya yakin itu adalah pekerjaan Roh Kudus.) Tidak ada damai sejahtera dalam hati saya. Hubungan pribadi saya dengan Tuhan begitu kering. Sudah saatnya saya berubah. Saya tidak mau hidup diintimidasi kekecewaan dan luka batin. Tuhan menunjukkan jalan yang benar. Saya dituntunNya.Saya mendatangi pendeta dan konselor. Saya sungguh-sungguh butuh ditolong dan didoakan. Akupun menjalani masa rekonsiliasi yang tidak sebentar, namun membutuhkan waktu yang sangat lama, hingga akhirnya saya mengerti apa yang Tuhan kehendaki dalam hidup saya.Bersyukur saya mengalami semua ini, karena saya yakin dan percaya kalau saya ada bukan karena kebetulan tapi karena Tuhan mau dan Tuhan punya rencana. Saya mengampuni kedua orangtua saya dengan penuh kasih dan tanpa syarat, walaupun hingga saat ini kedua orang tua saya belum secara sungguh-sungguh berani mengatakan bahwa saya adalah anak kandungnya di depan orang lain dengan alasan nama baik dan menutupi aib keluarga. Namun sampai kapanpun saya tetap mendoakan mereka supaya Roh Kudus menjamah hati mereka.Hingga akhirnya Tuhan mengirim saya untuk mengikuti Leadership Training Living Waters di Bali bulan Februari tahun 2010. Di situlah saya makin dikuatkan Tuhan dan merasakan KasihNya yang begitu besar dalam hidup saya. Di dalam seminar itu saya merasa diterima dengan penuh kehangatan.Mereka mendukung dan mendoakan saya. Sungguh komunitas yang indah di dalam Tuhan. Terima kasih Tuhan Yesus.Seminar yang menjadi berkat dan menguatkan setiap orang yang mengikutinya, sehingga saya menjadi pribadi yang merdeka di dalam Kristus.Luka itu masih ada tetapi tidak sakit lagi. Namun melalui luka yang pernah saya alami Tuhan ingin saya bisa berbagi dengan orang lain, menjadi kesaksian yang hidup bahwa Tuhan tidak pernah tidur. Dia ada dari sejak dahulu, sekarang dan selama-lamanya. Tuhan yang memulihkan dan Living Waters menjadi salah satu alatNya...Haleluya!!Saat ini saya aktif pelayanan gereja di bidang konseling. Di dalam kelemahan Tuhan menunjukkan KekuatanNya. Pemulihan itu masih terus terjadi hingga saat ini. Dibutuhkan kerelaan dan kerendahan hati untuk mau dibentuk Tuhan karena hal itu bukanlah hal yang mudah, karena pasti sakit. Butuh perjuangan dan air mata! Namun Tuhan akan membentuk saya menjadi bejana yang indah sehingga NamaNya makin dimuliakan.

Friday, March 22, 2013



The Smell Of Rain - Kisah Perjuangan Hidup Bayi Prematur Ke Dunia Ini

Pada malam yang dingin di bulan maret dan angin berhembus di kegelapan malam di Dallas amerika. Dan seorang dokter melangkah masuk ke dalam ruangan dimana Diana Blesing di rawat. Diana masih merasa pening akibat dari efek operasi. Diana baru saja dioperasi.
Suaminya David mengenggam tangannya dan berusaha menahan emosinya atas berita yang baru saja di dengarnya.
Siang itu pada tanggal 10 maret 1991, Diana mengalamai komplikasi pada kandungannya. Di usia kandungan baru 24 minggu dia harus menjalani operasi Caesar untuk mengeluarkan bayi di dalam kandungannya.Maka lahirlah anak Perempuan pasangan itu, yang bernama Dana Lu Blesing. Yang hanya 12 inci dan beratnya hanya satu pound sembilan ons (0.86 kg)
Dan perkataan dokter yang lembut rasanya seperti bom bagi mereka. Dokter mengatakan dengan sebaik-baiknya ” Saya tidak yakin, anak ini akan dapat bertahan”
Hanya ada kemungkinan 10 persen, dia kan melewati malam ini. Dan jika dapat bertahan, hanya ada kesempatan yang sangat kecil dia dapat bertahan, masa depannya akan sangat kejam. Dengan rasa tidak percaya, David dan Diana mendengarkan apa yang dokter jelaskan tentang sesuatu yang sangat buruk. Dana sangat tidak mungkin untuk selamat.
“Dana tidak akan dapat berjalan, dia tidak akan dapat berbicara, dia kemungkinan akan buta, dan dia pasti akan mudah untuk dapat menderita catastrophic (masalah besar) dari Celebral plasty ( idiot) dan penghambatan perkembangan mental dan lain sebagainya.”
” Tidak mungkin” Kata Diana tidak percaya
Dia dan David suaminya dan anak lelakinya Dustin yang berumur 5 tahun, telah lama mendambakan seorang putri di dalam anggota keluarganya. sekarang mimpi itu telah terwujud….
Tetapi setelah hari itu berlalu, dan penderitaan baru di dalam keluarga itu.
Karena Dana mengalami pertumbuhan system sel saraf yang sangat lambat sehingga cahaya atau sentuhan dapat membuat dia merasa kesakitan ( tidak nyaman), jadi mereka tidak dapat menggendong bayi mungil itu di dada.. Dan memberikan rasa cinta yang besar
Semua mereka lakukan untuk berdoa supaya Tuhan mau berjaga di dekat putrid mereka yang berharga, dan dana berjuang sendirian dibawah lampu sinar ultraviolet di dalam incubator. Mereka tidak melupakan bagaimana dana bertumbuh dan akhirnya menjadi semakin kuat.
Minggu demi minggu berlalu, Dana tumbuh dengan lambat tetapi pasti. Berat dan kekuatannya juga semakin bertambah
Akhirnya setelah dana berusia dua bulan. Mereka mendapatkan ijin untuk menyentuh dana dengan tangan untuk pertama kalinya.
Dan dua bulan kemudian, dokter memperingatkan dengan lembut kemungkinan yang suram yang akan terjadi, kesempatannya sangat kecil untuk bertahan dan hidup dengan normal. Semuanya sangat kecil sekali. Dan Dana bisa di bawa pulang dari rumah sakit, seperti yang diinginkan ibunya..
Lima Tahun kemudian, Dana telah menjadi seorang gadis kecil yang mungil dengan mata abu-abunya yang cerah dan semangat hidup yang luar biasa.
Tidak ada tanda-tanda akan mengalami suatu gangguan mental atau fisik yang akan di deritanya. Dia seperti gadis kecil yang normal dengan segala aktifitasnya. Tetapi cerita tidak berakhir disini.
Di suatu siang yang panas, pada musim panas tahun 1996 di dekat rumah mereka di Irving, Texas. Dana sedang duduk di pangkuan ibunya, di sebuah lapangan bola setempat, dimana saudaranya Dustin sedang latihan baseball bersama teamnya,
Seperti biasa, Dana mengoceh tanpa henti kepada ibunya dan beberapa orang dewasa duduk di dekat mereka ketika tiba-tiba Dana terdiam. Dana memeluk tangan ibunya dan merangkulkannya ke tubuh mungilnya. Lalu ia bertanya..
“Mama,… mama mencium sesuatu…?
Mamanya mencoba membaui udara dan berusaha mendeteksi akan mendekatnya badai.
“Ya,… Baunya seperti akan hujan…” Diana menjawab
Dana memandang mata ibunya dan bertanya lagi
“Mama mencium baunya …”
Sekali lagi ibunya mejawab ” Ya… saya pikir nanti akan hujan. Karena baunya seperti hujan.” Masih dalam dekapan ibunya, Dana mengelengkan kepalanya dan menepuk pundak ibunya dengan tangan mungilnya. Dengan perlahan dia mengatakan
“Bukan, Baunya seperti DIA…”
Itu baunya TUHAN, ketika kamu medekap ke dadaNYA… Air mata mengalir ke pipi Diana karena Dana karena kebahagian dan pertolongan sehingga dana dapat seperti anak lainnya. Sebelum hujan turun, perkataan Dana mengingatkan Diana akan keberadaan Dana dalam keluarga itu, di dalam hatinya selama ini.
Pada saat hari-hari yang panjang di dalam dua bulan pertama kehidupan Dana, ketika system sarafnya sensitive terhadap sentuhan sekalipun. Pada saat Dana tidak dapat di dekapnya di dalam pelukannya sekalipun ibunya sangat menginginkanya.
TUHAN telah mendekap Dana di dalam pelukanNya dan menjaganya. Dan Bau Cinta Tuhan yang telah diingat oleh Dana sangat baik.
“Saya dapat melakukan segala sesuatu di dalam Dia yang telah memberikan aku kekuatan” Pagi ini ketika Tuhan membuka jendela surga, Dia melihat aku dan bertanya: “AnakKu apa hal terbesar yang kamu inginkan hari ini?,
Dan aku menjawab,” TUHAN perhatikanlah orang yang telah membaca pesan ini, keluarganya dan sahabatnya. Mereka pantas mendapatkanya dan sayangilah mereka dengan sungguh, Cinta Tuhan itu seperti Lautan kamu dapat melihat awalnya, tetapi tidak pada akhirnya. Karena lautan tidak berujung.”


Thursday, March 21, 2013


Ku teriris mendengar kisahnya (Kisah Nyata Perjuangan Seorang Ibu)


“Aku dilahirkan dari rahim seorang ibu untuk menjadi Ibu. Yang harus menjaga dan mendidik anak-anakku, mengurus rumah tanggaku, dan menurut dengan suamiku. Anak-anakku yang masih terlalu kecil untuk mengerti apa yang sebernarnya ibu mereka rasakan, rumah tanggaku yang terlanjur hancur dan suamiku yang sudah tak lagi peduli denganku,”
Saat itu aku putuskan untuk menikah dengan seprang lelaki yang sangat aku cintai. Lelaki yang selalu sempurna di mataku. Lelaki yang selalu mengucap kata-kata manisnya kepadaku. Dan lelaki yang pertama dan untuk yang terakhir kalinya mengucap janji suci untuk menjagaku dan juga rumah tangga ini. masih terdengar jelas janji itu di telingaku. Sampai rumah tangga ini mempunyai keturunan seorang anak laki-laki.
Hingga kejadian itu terjadi. Gempa besar yang melanda daerahku. Yang membuat aku tak dapat berjalan dengan normal. Beberapa bulan setelah itu, aku merasa ada yang aneh dari suamiku. Dia lebih suka pergi dari pada menemaniku dan anakku. Apa lagi dengan kondisiku yang masih trauma karena bencana itu dan juga aku yang sedang mengandung buah hati kami yang ke dua. Namun aku tak berani bertanya padanya. Karena aku tak ingin bertengkar dengan suamiku. Aku hanya dapat bercerita apa yang aku rasakan pada Allah. Dan aku juga tak punya pilihan lain karena aku masih mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anakku.
Saat yang sangat aku tunggu-tunggu telah tiba. Buah hatiku lahir dengan selamat. Aku berharap dengan kehadirannya, suamiku dapat kembali seperti dahulu. Namun kenyataan pahit yang aku alami. Dia dengan ringan hati mengatakan kepada orang tuaku jika dia ingin buah hatinya diasuh oleh orang tuaku. Hatiku hancur. Sangatlah hancur. Namun aku menahannya. Karena sekali lagi aku masih teringat pada buah hatiku.
Ku pendam semuanya bertahun-tahun. Tak ku ceritakan pada seorang pun tentang masalahku dengan suamiku. Aku bertanya-tanya. Apa salahku padanya? Mengapa dia begitu tidak senang terhadapku? Aku selalu memohon pada Allah agar aku tetap di beri kekuatan. Bahkan aku pernah berniat untuk mengakhiri hidupku. Namun aku mendengan suara tangisan buah hatiku yang tak berdosa itu.
Ku mencoba tetap sabar. Namun suatu ketika aku mendapat masalah baru. Saat suamiku pergi menjalankan tugasnya menjadi seorang ABRI. Aku kerepotan dengan kedua anakku yang masih kecil. Aku datang ke tempat mertuaku. Aku meminta baik-baik agar mertuaku mau menjaga anakku. Hanya sebentar saja karena aku ingin membersihkan tubuhku. Namun apa? Caci makian yang aku dapatkan. Ya sudahlah, aku terpaksa tidak mansi seharian karena tidak ada yang mau menjaga anakku.
Siang malam aku menangis. Rumah tanggaku sudah benar-benar hancur. Tak ada harapan lagi. Aku terus mencoba bersabar. Hingga anakku yang terakhir sudah berumur satu tahun. Malam itu saat aku sedang bersama anak-anakku, suamiku pulang. Aku menyambutnya dengan hati senang. Tapi. . . ada seorang wanita yang diajaknya pulang.
Ya Tuhan...
Cobaan apa lagi ini? Semalaman aku tidak dapat tidur. Hanya tangisan yang semakin lama semakin sesak dalam dada. Di depan cermin aku duduk. Ku lihat wajahku. Apa aku ini tidak cantik lagi bagi suamiku? Ku lihat mata ini sudah mulai membengkak. Aku memang sudah tidak secantik dulu. Ku lihat anak-anakku tidur pulas. Ku mulai mengecup keningnya.
“Maafkan Ibu, Ibu tidak bisa menjadi Ibu yang baik untuk kalian,”
Hari berganti. Ku mulai mencoba melupakan kejadian-kejadian itu. Walau itu sangat berat. Tak hanya satu kali suamiku membawa wanita lain pulang ke rumah. Untukku itu sudah biasa. Namun bagaimana dengan anak-anakku? Aku takut jika mereka tau apa yang sebenarnya terjadi pada orang tua mereka.
Aku mencoba mencari uang-uangku yang masih tersisa. Bukan hal yang baru bagiku jika tidak ada uang simpanan. Karena suamiku dan mertuaku hanya memberiku uang yang pas untuk biaya anak-anakku dan kehidupan sehari-hari. Bahkan aku pernah tidak memegang uang seperakpun. Padahal apa yang di katakan orang di luar sana selalu tinggi. Mereka selalu bilang jika aku dan kedua anankku hidup dengan serba kecukupan. Namun omongan itu tidak membuat aku ingin menuntut banyak dengan suamiku. Aku hanya ingin satu. Jika dia ingin membawa wanita lain, jangan saat ada anak-anak. Jangan sampai anak-anak tau apa yang sedang terjadi pada ayahnya. Aku terima apa yang ingin dia lakukan. Karena aku masih percaya Allah tak akan memberi cobaan kepada umatnya jika umatnya itu tidak mampu melewatinya. Aku percaya suatu saat Allah akan memberi semua jalan yang terbaik. Termasuk aku, suamiku dan anak-anakku.
Allah tidak pernah tidur.
Untuk anak-anakku, jangan pernah kalian sekali-kali nakal ya, Nak. Apa lagi sama ayah.
Dan buat suamiku, terima kasih mas sudah menjaga ku, menyayangiku, dan mencintaiku walau itu hanya sebentar. Jika memang aku hanya sampah untukmu, aku akan keluar dari rumahmu. Namun kasih aku kesempatan mas, sampai aku sudah bisa mencari uang sendiri. Terima kasih

Sunday, March 17, 2013


 ARTI SEORANG IBU


Pagi itu aku yang hanya bisa terbaring di tempat tidur tiba - tiba mendengar teriakan adik yang hendak membangunkanku. Pagi yang memang indah, cerah dan Nampak segar seakan terbayang di bola mataku. Ku ingin hari ini selalu bahagia, itulah harapanku. Harapan yang selalu ku ungkapkan lewat sejuta perasaan. Aku yang terkenal pendiam dan agak cuek tak juga menyadari di balik pintu. Aku yang menikmati pagi itu duduk seorang diri di teras. Entah apa yang aku pikirkan. Tiba - tiba saja aku terkaget dan segera menoleh. Sentuhan yang brgitu hangat penuh kasih sayang dan cinta, sentuhan yang membuat aku merinding.

“mama..ah mama bikin aku kaget saja.”
“sayang (terdengar suara mama yang begitu tulus memanggilku). mama dari tadi mencarimu. Tau - taunya kamu ada di sini. ayo mandi terus sarapan jangan sampai terlambat ke sekolah.”
Aku segera melangkah ke kamar mandi tanpa membalas perkataan mama. Itulah aku “ILLA” yang tak banyak menanggapi respon seseorang.
Pukul 06.45 aku berangkat. Mama hanya bisa tersenyum melihat kelakuan aku yang masih berkelakuan anak kecil.
Entah pada suatu hari aku melakukan kesalahan yang sangat tidak manusiawi. Saat itu aku waktu membuatku bingung dan tak sengaja menyalahkan mama, membantah mama, melukai perasaan mamam bahkan menyakiti dan membuat mama kecewa.
Aku mengerti sosok wanita sangat lemah perasaannya dan melampiaskan kesedihannya lewat tetesan air mata. Itulah ciri khasnya apalagi seorang ibu yang sangat lembut hatinya dengan sadarnya dilukai oleh sang buah hatinya.
“apa salah ibu nak..?? selama ini ibu selalu sayang sama kamu. Apa yang ibu rasakan semua itu agar kamu bahagia. Bahkan ibu rela mengorbankan apa yang bisa ibu korbankan hanya untuk putra - putri  kesayangan ibu. Sebuah kebahagiaan dimana ibu melahirkan dan membesarkan kamu. Namun ada sesuatu yang sangat membahagiakan ibu adalah melihat kamu bahagia sampai kelak kamu dewasa, itulah harapan ibu” kepada Tuhan ibu lantunkan dengan iringan doa agar seluruh alam mengetahui peran dan makna ibu yang sesungguhnya.
Aku yang mendengar katakata ibu tak bisa menahan perasaan dan tak percaya kalau ibu menangis atas tingkahku yang sangat kusesali. Bola mata yang indah itu sangat berkaca - kaca. Aku tak bisa menyaksikan ibu yang amat sedih dengan kelakuanku. Segera kututup pintu kamarku, memandang sudut - sudut kamarku yang masih berantakan mrnyesali perbuatanku yang hanya beberapa menit tadi sampai aku menangis dan sangat bersalah,erdosa, dan bahkan setega itu .rasanya Tuhan tak akan membuka hati ibu untuk memaafkan aku tapi aku berjanji untuk niatku bersujud meminta maaf pada mama.
Aku tertidur pulas dengan mata agak bengkak karena tak mampu menahan tangisku.
Entah apa makna sebenarnya, aku hanya bisa mengurung diri menyesali perbuatanku di kamar. Ku tahu seluruh kamar mustahil bisa mendengarkan kesalahanku.
“lha…buka pintunya nak..!!”
Aku terbangun dan mengenali suara lembut itu. ibu..yah itu suara ibu. tapi kesaahanku membuatku tak ingin membuka pintu itu. Aku malu berhadapan dengan seorang ibu yang selalu mengalah untukku.
“ibu mohon buka pintunya nak..!!.kamu belum makan, papa, adik ,dan kakak kamu sedang menunggumu di meja makan. Dia khawatir penyakit kamu kambuh lagi sayang. Buka pintunya kalau kamu sayang sama ibu.”
Aku membuka pintu itu dengan perasaan bersalah.segera aku peluk dan berlutut memohon maaf di telapak kai ibu.
“sebelum kamu minta maaf, ibu telah memaafkan kamu anakku..ibu mohon sama kamu jangan kecewakan ibu lagi sayang..!! perlu kamu ketahui ibu adalah seseorang yang tidak pernah luntur kasih sayngnya terhadap putra – putrinya. Kebahagiaan kalian adalah kunci hidup ibu.”
Dan hidup aku adalah jiwa seorang ibu.akan aku jadikan penyesalanku ini sebuah pengalaman agar tak lagi mengulangi kesalahanku, namun ini membuat aku mengetahui dan memahami “ARTI SEORANG IBU” I LOVE U mama….  

Tetesan Air Mata Seorang Ibu
Seorang ibu bisa mengurus sepuluh orang anak, tapi sepuluh orang anak belum tentu mampu mengurus seorang ibu”.

Saudara/i ku seiman..para facebooker yang dirahmati Allah..sungguh tak sekali pun kudengarkan muhadharah ini kecuali saya dalam keadaan berlinang airmata, saya terjemahkan untuk kita semua, moga kecintaan pada Ibu selalu diingatkan oleh Allah dalam hati-hati kita…selama beliau masih bersama kita..
Suatu hari seorang wanita duduk santai bersama suaminya , pernikahan mereka berumur 21 tahun, mereka mulai bercakap dan ia bertanya pada suaminya, ” Tidakkah engkau ingin keluar makan malam bersama seorang wanita?”. Suaminya kaget dan berkata,” Siapa? Saya tak memiliki anak juga saudara”. Wanita itupun kembali berkata,” Bersama seorang wanita yang selama 21 tahun tak pernah kau temani makan malam”.
Tahukah kalian siapa wanita itu??
Ibunya…
ُﻩﺎَّﻳِﺇ ﻻِﺇ ﺍﻭُﺪُﺒْﻌَﺗ ﻻَﺃ َﻚُّﺑَﺭ ﻰَﻀَﻗَﻭ َﻙَﺪْﻨِﻋ َّﻦَﻐُﻠْﺒَﻳ ﺎَّﻣِﺇ ﺎًﻧﺎَﺴْﺣِﺇ ِﻦْﻳَﺪِﻟﺍَﻮْﻟﺎِﺑَﻭ ٍّﻑُﺃ ﺎَﻤُﻬَﻟ ْﻞُﻘَﺗ ﻼَﻓ ﺎَﻤُﻫﻼِﻛ ْﻭَﺃ ﺎَﻤُﻫُﺪَﺣَﺃ َﺮَﺒِﻜْﻟﺍ ﻻْﻮَﻗ ﺎَﻤُﻬَﻟ ْﻞُﻗَﻭ ﺎَﻤُﻫْﺮَﻬْﻨَﺗ ﻻَﻭ َﻦِﻣ ِّﻝُّﺬﻟﺍ َﺡﺎَﻨَﺟ ﺎَﻤُﻬَﻟ ْﺾِﻔْﺧﺍَﻭ * ﺎًﻤﻳِﺮَﻛ ﻲِﻧﺎَﻴَّﺑَﺭ ﺎَﻤَﻛ ﺎَﻤُﻬْﻤَﺣْﺭﺍ ِّﺏَﺭ ْﻞُﻗَﻭ ِﺔَﻤْﺣَّﺮﻟﺍ ﺍًﺮﻴِﻐَﺻ
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali- kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Al Isra’: 23-24)
Wanita itu berkata pada suaminya, ”Selama kita bersama tak pernah engkau bersama ibumu walau sejenak saja, hubungilah beliau, ajak makan malam berdua..luangkan waktumu untuknya”, suaminya terlihat bingung, seakan-akan ia lupa pada ibunya.
Maka hari itu juga ia menelpon ibunya, menanyakan kabar dan berkata “ Ibu, gimana menurutmu jika kita habiskan malam ini berdua, kita keluar makan malam. Saya akan menjemput ibu, bersiaplah”. Ibunya heran, ” Anakku, apakah terjadi sesuatu padamu?” jawabnya. ” Tidak ibu”, berulang kali sang ibu bertanya.
“ Ibu, malam ini saya ingin keluar bersamamu”.
Mengherankan! Ibunya begitu tak percaya namun sangat bahagia. “Mungkin kita bisa makan malam bersama, bagaimana menurutmu?”. Ibunya kembali bertanya, ”Saya keluar bersamamu anakku?”
Ibunya seorang janda, ayahnya telah lama wafat, dan anak lelakinya teringat padanya setalah 21 tahun pernikahannya. Hal yang sangat menggembirakannya, begitu lama waktu telah berlalu ia dalam kesendirian, dan datanglah hari ini, anaknya menghubunginya dan mengajaknya bersama. Seolah tak percaya, diapun bersiap jauh sebelum malam tiba. Tentu, dengan perasaan bahagia yang meluap-luap! Ia menanti kedatangan anaknya.
Laki-laki itupun bercerita : “ Setibaku di rumah menjemput ibu, kulihat beliau berdiri di depan pintu rumah menantiku”
Wanita tua…menantinya di depan pintu! “Dan ketika beliau melihatku, segera ia naik ke mobil.
Saya melihat wajahnya yang dipenuhi kebahagiaan, ia tertawa dan memberi salam padaku, memeluk dan menciumku, dan berkata: Anakku, tidak ada seorang pun dari keluargaku..tetanggaku…yang tidak mengetahui kalau saya keluar bersamamu malam ini, saya telah memberitahukan pada mereka semua, dan mereka menunggu ceritaku sepulang nanti” Lihat bagaimana jika seorang anak mengingat ibunya!
Sebuah syair berbunyi :
Apakah yang harus kulakukan
agar mampu membalas
kebaikanmu? Apakah yang harus kuberikan
agar mampu membalas
keutamaanmu?

Bagaimanakah kumenghitung
kebaikan-kebaikanmu ?
Sungguh dia begitu
banyak..sangat banyak..dan
terlampau banyak!

Dan kami pun berangkat, sepanjang jalan saya pun bercerita dengan ibu, kami mengenang hari-hari yang lalu.
Setiba di restoran, saya baru menyadari bahwa baju yang dikenakan ibu adalah baju terakhir yang Ayah belikan untuknya, setelah 21 tahun saya tak bersamanya tentu pakaian itu terlihat sangat sempit, dan saya pun terus memperhatikan ibuku. Kami duduk dan datanglah seorang pelayan menanyakan menu makanan yang hendak kami makan, kulihat ibu membaca daftar menu dan sesekali melirik kepadaku, akhirnya kufahami kalau ibuku tak mampu lagi membaca tulisan di kertas itu. Ibuku sudah tua dan matanya tak bisa lagi melihat dengan jelas.
Kubertanya padanya,” Ibu, apakah engkau mau saya bacakan menunya?” Beliau segera mengiyakan dan berkata, “ Saya mengingat sewaktu kau masih kecil dulu, saya yang membacakan daftar menu untukmu, sekarang kau membayar utangmu anakku..kau bacakanlah untukku”
Maka sayapun membacakan untuknya, dan demi Allah..kurasakan kebahagiaan merasuki dadaku..
Beberapa waktu datanglah makanan pesanan kami, saya pun mulai memakannya. Tapi ibuku tak menyentuh makanannya, beliau duduk memandangku dengan tatapan bahagia. Karena rasa gembira beliau merasa tak selera untuk makan.
Dan ketika selesai makan, kami pun pulang, dan sungguh, tak pernah kurasakan kebahagian seperti ini setelah bertahun-tahun. Saya telah melalaikan ibuku 21 tahun lamanya.
Setiba di rumah, kutanyakan padanya : “ Ibu..bagaimana menurutmu kalo kita mencari waktu lain untuk keluar lagi?” beliau menjawab,” Saya siap kapan saja kau memintaku!”
Maka haripun berlalu, Saya sibuk dengan pekerjaan..dengan perdagangan..dan terdengar kabar Ibuku jatuh sakit. Dan beliau selalu menanti malam yang telah kujanjikan. Hari terus berlalu dan sakitnya kian parah. Dan…(Ya Alloh … Astaghfirullohal al’adzim…Ibuku meninggal dan tak ada malam kedua yang kujanjikan padanya.
Setelah beberapa hari, seorang laki- laki menelponku, ternyata dari restoran yang dulu kudatangi bersama ibuku. Dia berkata,” Anda dan istri Anda memiliki kursi dan hidangan makan malam yang telah lunas” Kami pun ke restoran itu, setiba disana..pelayan itu mengatakan bahwa Ibu telah membayar lunas makanan untuk saya dan istri.
Dan menulis sebuah surat berbunyi : “Anakku, sungguh saya tahu bahwa tak akan hadir bersamamu untuk kedua kalinya.
Namun, saya telah berjanji padamu, maka makan malamlah dengan uangku, saya berharap istrimu telah menggantikanku untuk makan malam
bersamamu”

Saya menangis membaca surat ibuku…dimana saya selama ini ?? di mana cintaku untuk Ibu?? Selama 21 tahun…. ….
dikisahkan kembali dari muhadharah syekh Nabil al ‘audhy- hafizhahullahu ta’ala- (ﻚﻠﻤﻟﺍ ﺪﺒﻋ ).

Kisah Seorang Anak Yang Menanti Ibunya


Dua puluh tahun yang lalu aku melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Hasan, suamiku, memberinya nama Erik. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Aku berniat memberikannya kepada orang lain saja atau dititipkan di panti asuhan agar tidak membuat malu keluarga kelak.
Namun suamiku mencegah niat buruk itu. Akhirnya dengan terpaksa kubesarkan juga. Di tahun kedua setelah Erik dilahirkan, akupun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Kuberi nama Angel. Aku sangat menyayangi Angel, demikian juga suamiku. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan & membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Namun tidak demikian halnya dengan Erik. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Suamiku sebenarnya sudah berkali-kali berniat membelikannya, namun aku selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Suamiku selalu menuruti perkataanku.
Saat usia Angel 2 tahun, Suamiku meninggal dunia. Erik sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya aku mengambil sebuah tindakan yang akan membuatku menyesal seumur hidup. Aku pergi meninggalkan kampung kelahiranku bersama Angel. Erik yang sedang tertidur lelap kutinggalkan begitu saja.
Bersama Angel. Erik yang sedang tertidur lelap kutinggalkan begitu saja. Kemudian aku memilih tinggal di sebuah rumah kecil setelah tanah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun………. telah berlalu sejak kejadian itu.
Kini Aku telah menikah kembali dengan Beni, seorang pria dewasa yang mapan. Usia pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Beni, sifat-sifat burukku yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang.
Angel kini telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkannya di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Erik dan tidak ada lagi yang mengingatnya.
Sampai suatu malam. Malam di mana aku bermimpi tentang seorang anak. Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arahku. Sambil tersenyum ia berkata, “Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali sama Mama!”
Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun aku menahannya,
“Tunggu…, sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?”
“Nama saya Elik, Tante.”
“Erik? Erik… Ya Tuhan! Kau benar-benar Erik?”

Aku langsung tersentak bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpaku saat itu juga. Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu, seperti sebuah film yang sedang diputar di kepala. Baru sekarang aku menyadari betapa jahatnya perbuatanku dulu. Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati…, mati…, mati… Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Erik melintas kembali di pikiranku. “Ya Erik, Mama akan menjemputmu Erik…sabar ya nak….”
Sore itu aku memarkir mobil biruku di samping sebuah gubuk, dan Beni suamiku dengan pandangan heran menatapku dari samping. “Maryam, apa yang sebenarnya terjadi?”
“Oh, suamiku, kau pasti akan membenciku setelah kuceritakan hal yang telah kulakukan dulu.” tetapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak.
Ternyata kamma baik berpihak kepadaku. Aku telah mendapatkan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangisku reda, aku pun keluar dari mobil diikuti oleh suami dari belakang. Mataku menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter didepan. Aku mulai teringat betapa gubuk itu pernah kutempati beberapa tahun lamanya dan Erik….. Erik……
Aku meninggalkan Erik di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih aku pun berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap sekali… Tidak terlihat sesuatu apa pun! Perlahan mataku mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu.
Namun aku tidak menemukan siapa pun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Aku mengambil seraya mengamatinya dengan seksama… Mataku mulai berkaca-kaca, aku mengenali betul potongan kain tersebut, itu bekas baju butut yang dulu dikenakan Erik sehari-hari……
Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, aku pun keluar dari ruangan itu… Air mataku mengalir dengan deras. Saat itu aku hanya diam saja. Sesaat kemudian aku dan suami mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut.
Namun, tiba – tiba aku melihat seseorang di belakang mobil kami. Aku sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.
Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali aku tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
“Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau ke sini?!”
Dengan memberanikan diri, aku pun bertanya, “Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Erik yang dulu tinggal di sini?”
Tiba – tiba Ia menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk! Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Erik terus menunggu ibunya dan memanggil, ‘Mamaaa…, Mamaaa!’ Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan & mengajaknya tinggal bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Erik meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu…..”
Saya pun membaca tulisan di kertas itu…
“Mama, mengapa Mama tidak pernah kembali lagi…? Mama benci ya sama Erik? Ma…., biarlah Erik yang pergi saja, tapi Mama harus berjanji kalau Mama tidak akan benci lagi sama Erik. Udah dulu ya Ma, Erik sayaaaang sama Mama, ……”

Aku menjerit histeris membaca surat itu. “Bu, tolong katakan… katakan di mana ia sekarang? Aku berjanji akan meyayanginya sekarang! Aku tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!”
Suamiku memeluk tubuhku yang bergetar sangat keras.
“Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Erik telah meninggalkan dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mama-nya datang, Mama-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana … Ia hanya berharap dapat melihat Mamanya dari belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya disana. Nyonya, kesalahan Anda tidak terampuni!”


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sudah lama saya tidak menulis, kali ini saya mau menceritakan sebuah kisah inspirasi yang semoga dapat memberikan inspirasi pada teman-teman sekalian.. :)

Kisah ini dimulai di saat seorang anak kecil bernama Rahmat mengikuti sebuah kompetisi sepeda yang bernama“Cycling Fair” . Ia mengikuti kompetisi ini dengan penuh semangat dengan tujuan dapat memenangkan kompetisi itu meskipun dengan kondisi sepeda yang dia pakai sekarang tidak bagus sperti milik peserta lainnya. Saat pertandingan akan dimulai seorang temannya bertanya, “Mat, apa kamu yakin dengan sepeda tua kamu bisa mengalahkan mereka?”. Rahmat melihat peserta lainnya dan kembali menatap temannya, “Ali, kemenangan itu tidak ditentukan oleh seberapa bagus alat yang kita pakai, melainkan seberapa besar usaha kita untuk mencapai & mewujudkan apa yang kita inginkan”, sahut Rahmat.
Ali terdiam oleh kata-kata Rahmat, tapi kemudian temannya masih ragu dan bertanya “sekarang bagaimana kamu bisa memenangkan kompetisi ini, sedangkan kamu sendiri tidak pernah mengikuti hal seperti ini sebelumnya dan badan mereka juga besar-besar”, sahut Ali. “Meskipun aku bukan orang yang berkecukupan, fisikku tidak sesempurna mereka, tapi aku mempunyai semangat yang besar dan Insya Allah jika kita mau berdo’a dan berikhtiyar pasti ada jalan”, jawab Rahmat. Kemudian Rahmat pun masuk ke barisan peserta dan bersiap-siap. Temannya pun memberi semangat dan percaya bahwa Rahmat bisa memenangkan kompetisi ini.
Beberapa saat kemudian bunyi peluit tanda pertandingan dimulai pun telah ditiup “Priiiitttt”. Para peserta pun mulai mengayuh sepedanya masing-masing dan melaju dengan cepat. Diputaran pertama, Rahmat tertinggal oleh peserta lain tetapi dia tetap mengayuh sepedanya dengan penuh semangat. Penononton yang melihat kompetisi itu tidak yakin kalau Rahmat bisa menang karena Rahmat sudah tertinggal jauh diputaran pertama. Hal ini tidak membuat Rahmat putus asa, dia yakin bahwa dengan sepeda pemberian kakeknya yang dipakai sekarang ini dia bisa menang karena semangatnya sudah bercampur dengan harapan dan impian. Dia pun yakin semangat kakeknya pun ada didalam dirinya. “Aku pasti bisa”, teriak Rahmat dengan penuh semangat. Diputaran kedua, Rahmat perlahan-lahan mulai mendekati peserta lain dan melewati peserta lainnya satu persatu.
13433523601451126963
Ali berteriak, “Ayooo, aku yakin kamu pasti bisa!!!”. Dan diputaran terakhir Rahmat sudah pada urutan ke-3, ia terus mengayuh sepedanya dengan sekuat tenaganya. Saat detik-detik terakhir mencapai garis finish akhirnya Rahmat pun dapat berada di urutan pertama dan memenangkan pertandingan ini. Kemudian Rahmat mendapat hadiah berupa uang sebesar 2 juta rupiah dan voucher makan senilai 500 ribu rupiah di restoran mewah. Dia bisa memilih mau menukarkan vouchernya dengan uang atau untuk diapakai makan di restoran mewah. Tapi Rahmat memilih untuk menukarkannya dengan uang. Rahmat pu sujud syukur atas kemengannya karena ia sangat bersyukur bisa membantu keuangan keluarganya.
Beberapa saat kemudian setelah acara selesai Rahmat dan Ali pun memulai perjalanannya pulang kerumah, sebelumnya dia masuk ke toko buku dan membeli buku banyak sekali dan ditengah jalan dia berbelok ke sebuah warung makan untuk membeli makanan. Dan tidak disengaja pula ada keluarga seorang wirausaha yang menonton kompetisi itu bertemu dengan Rahmat. Wirausahawan itu bernama Robi, dia sedang makan bersama keluarganya warung makan tersebut tapi dia bingung kenapa anak itu tidak memakai vouchernya untuk makan direstoran mewah, malah memilih makan di warung makan yang sederhana ini. Dan ia melihat anak itu dan temennya hanya memesan nasi goreng dan tempe penyet. Kedua anak itu makan dengan lahapnya dan menikmati makanan itu. Setelah melihat mereka selesai makan pak Robi pun medekati dan mengajak mereka ngobrol, kemudian pak Robi bertanya kepada mereka, “kenapa kalian tidak menerima voucher tadi yang makan di restoran mewah, tapi lebih memilih menukarkan dengan uang dan makan di warung makan yang sederhana ini?”. Kemudian anak itu menatap pak Robi dan bercerita tentang kehidupannya dan keluarganya yang serba kekurangan. “Pak, memang saya hidup di keluarga yang biasa, saya memilih untuk makan disini karena saya lebih bisa menikmati hidup saya dan mensyukuri hidup ini apa adanya. Dan saya ingat diluar sana masih banyak orang yang tidak seberuntung saya. Oleh karena itu saya tidak mau menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak bermanfaat”, sahut Rahmat. “Lalu, aku lihat di kardus itu banyak sekali buku. Kenapa kamu membeli sebanyak itu dan kenapa ada 3 buku yang tidak dimasukkan di kardus?”, tanya pak Robi. Kemudian Rahmat pun menjelaskan bahwa buku yang ada didalam kardus itu akan disumbangkan ke sebuah yayasan panti asuhan dan yang tigak buku lainnya untuk dibacanya sendiri. Dia pun menjelaskan kalau kakeknya juga mengajarkan kepadanya untuk selalu berbagi dan selalu jadi orang yang bermanfaat kepada orang disekitarnya. Harta hanyalah sebuah titipan Allah, sewaktu-waktu Allah bisa mengambilnya. Yang bisa kita lakukan yaitu bersedekah dan beramal kepada orang-orang disekitar kita. Insya Allah rezeki itu akan selalu ada jika kita mau berusaha dan bekerja keras serta tidak melupakan orang disekitar kita.
Mendengar kata-kata Rahmat membuat Pak Robi termenung dan menyadari bahwa dirinya yang sekarang masih kurang mensyukuri apa yang ada. Untuk terakhir kalinya Pak Robi bertanya, “apakah kamu sudah mendapatkan dan merasakan kenikmatan dalam hidupmu?”. Anak itu menjawab, “Alhamdulillah, saya sudah dan masih merasakan nikmat dalam hidup saya”. Pak Robi pun agak bingung dengan jawaban anak itu. “kalau boleh tahu nikmat apa saja itu?” tanya pak Robi. Kemudian anak itu menjelaskan bahwa nikmat yang dirasakannya yaitu mata, hidung, mulut, telinga, kaki dan tangan  karena dengan itu semua saya masih bisa merasakan bagaimana bisa melihat, bernafas, berbicara, mendengarkan, berjalan dan membantu orang disekitarnya. Dan akhirnya pak Robi pun meneteskan air matanya, ia terharu dengan ucapan anak itu. Dia pun berterima kasih kepada Rahmat karena sudah meberikannya pelajaran yang berarti dalam hidupnya.

Mohon maaf sebelumnya jika ada salah penulisan kata dan cerita. Semoga kisah ini memberikan inspirasi dan memberikan manfaat bagi teman-teman yang membaca. Saya harap teman-teman dapat mengambil pesan & amanat yang ada di cerita ini.

Kisah  Seorang Ibu



Assalamualaikum semua…post ni merupakan satu cerita yang agak sedih..ya..kasih ibu amat besar..lebih besar daripada segalanya, lebih berharga daripada nilai gaji yang kita perolehi..tetapi mengapa kita perlu jadi sedemikian rupa…bacalah dengan teliti cerita ini…hergailah mereka selagi kita masih punyai…kini c.z hanya mempunyai ibu sahaja…dan cz memang SAYANGKAN DIA…..

Pada suatu hari, seorang pemuda yang bernama Faizal terlibat dalam kemalangan. Dia dilanggar oleh sebuah teksi di sebatang jalan raya.
Akibat daripada kemalangan itu dia cedera parah. Kepalanya luka, tangannya patah dan perutnya terburai. Setelah dibawa ke hospital, doktor mendapati keadaannya terlalu teruk dan menjangkakan dia tidak ada harapan lagi untuk hidup. Ibunya, Jamilah segera dihubungi dan diberitahu tentang kemalangan yang menimpa anaknya.
Hampir pengsan Jamilah mendengar berita tentang anaknya itu. Dia segera bergegas ke hospital tempat anaknya dimasukkan.Berlinang air mata ibu melihat keadaan anaknya. Walaupun telah diberitahu bahawa anaknya sudah tiada harapan lagi untuk diselamatkan, Jamilah tetap tidak henti-henti berdoa dan bermohon kepada Allah agar anaknya itu selamat.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, keadaan Faizal tidak banyak berubah. Saban hari Jamilah akan datang menjenguk anaknya itu tanpa jemu. Saban malam pula Jamilah bangun untuk menunaikan solat malam bertahajjud kepada Allah memohon keselamatan anaknya. Dalam keheningan malam, sambil berlinangan air mata, Jamilah merintih meminta agar anaknya disembuhkan oleh Allah.
Ini adalah antara doa Jamilah untuk anaknya itu ;
”Ya Allah ya Tuhanku, kasihanilah aku dan kasihanilah anak aku. Susah payah aku membesarkannya, dengan susu aku yang Engkau kurniakan kepadaku, aku suapkan ke dalam mulutnya. Ya Allah, aku pasrah dengan apa jua keputusan-Mu! Aku redho dengan qada’ dan qadar Mu yaa Allah.”
”Yaa Allah, dengan air mataku ini, aku bermohon kepadaMu, Engkau sembuhkanlah anakku dan janganlah Engkau cabut nyawanya. Aku sangat sayang kepadanya. Aku sangat rindu kepadanya. Susah rasanya bagiku untuk hidup tanpa anakku ini. Terngiang-ngiang suaranya kedengaran di telingaku memanggil-manggil aku ibunya.”
“Ya Allah, tidak ada Tuhan melainkan hanya Engkau saja. Tunjukkanlah kuasa Mu ya Allah. Aku reda kalau anggota badanku dapat didermakan kepadanya agar dengannya dia dapat hidup sempurna kembali.”
“Ya Allah, aku redho nyawaku Engkau ambil sebagai ganti asalkan Engkau hidupkan anak kesayanganku. Engkaulah yang Maha segala hal, berkat kebesaran Mu ya Allah, terimalah doaku ini….aamiin”.
Keyakinan Jamilah terhadap kuasa Ilahi sangat kuat walaupun tubuh badan anaknya hancur cedera dan dikatakan sudah tiada ada harapan lagi untuk hidup. Namun, Allah benar-benar mahu menunjukkan kebesaran dan kekuasaanNya.
Setelah 5 bulan terlantar, akhirnya Faizal menampakkan tanda-tanda kesembuhan dan akhirnya dia sembuh sepenuhnya. Berkat doa seorang ibu yang ikhlas.
Faizal dapat meneruskan hidupnya hingga berumahtangga dan beranak-pinak. Ibunya, Jamilah semakin hari semakin tua dan uzur.
Suatu hari, Jamilah yang berusia hampir 75 tahun jatuh sakit dan dimasukkan ke hospital. Pada mulanya, Faizal masih melawat dan menjaga ibunya di hospital. Tetapi semakin hari semakin jarang dia datang menjenguk ibunya hinggalah pada suatu hari pihak hospital menghubunginya untuk memberitahu keadaan ibunya yang semakin teruk.
Faizal segera bergegas ke hospital. Di situ, Faizal dapati keadaan ibunya semakin lemah. Nafas ibunya turun naik. Doktor memberitahu bahawa ibunya sudah tidak ada masa yang lama untuk hidup. Ibunya akan menghembuskan nafasnya yang terakhir pada bila-bila masa saja.
Melihat keadaan ibunya yang sedemikian dan kononnya beranggapan ibunya sedang terseksa, lantas Faizal terus menadah tangan dan berdoa seperti ini;
“ Yaa Allah, seandainya mati lebih baik untuk ibu, maka Engkau matikanlah ibuku! Aku tidak sanggup melihat penderitaannya. Yaa Allah, aku akan redho dengan pemergiannya…Aamin.”
Begitulah bezanya doa ibu terhadap anak dan doa anak terhadap orang tuanya. Apabila anak sakit, walau seteruk mana sekalipun, walau badan hancur sekalipun, walau anak tinggal nyawa-nyawa ikan sekalipun, namun ibu bapa akan tetap mendoakan semoga anaknya diselamatkan dan dipanjangkan umur.
Tetapi anak-anak yang dikatakan ‘baik’ pada hari ini akan mendoakan agar ibu atau bapanya yang sakit agar segera diambil oleh ALLAH, padahal ibu bapa itu baru saja sakit. Mereka meminta pada Allah agar segera mematikan ibu atau bapanya kerana kononnya sudah tidak tahan melihat ‘penderitaan’ ibu bapanya.
Anda bagaimana? Apa doa anda untuk ibu bapa anda?

KISAH SEORANG ANAK DESA YANG MISKIN 



Ada seorang pelajar, bernama Baha (bukan nama sebenar) seorang budak kampung datang dari Utara. Mula-mala saya tak perasan, sebab tersorok celah-celah 200 pelajar lain. Hari demi hari bulan demi bulan saya mula mengingat nama semua pelajar . Baha budak kebanyakan. Sama seperti pelajar-pelajar lain. Dia tak berapa bijak. Markah tidak tinggi, sederhana sahaja.


Seorang pendiam, muka kampung, hitam berkilat, kaki penuh parut. Jarang –jarang bertemu dengan saya, mungkin dia takut, malu atau benci kepada saya. Saya pun kurang pasti..

Saya mula perasan Baha bila saya nampak budak laki pada kolar baju berlapis sapu tangan. Saya teringat semasa saya kecil dulu pun ada berbuat demikian. Bukan apa , tak mahu bagi kolar baju berdaki. Mula-mula saya nak tergelak. Tapi lama-lama saya mulai beri perhatian kepada si Baha ini.

Lama-lama saya juga banyak perasan sifat-sifat dan ketrampilan dia. Sah, saya pasti Baha hanya ada dua helai baju sahaja. Dalam seminggu itu dia akan ulang-ulang pakai dua baju yang sama. Samada baju kemeja kelabu cair taik anjing yang dah terlalu lusuh dan koyak sikit kat lubang butang lengan kanan atau baju T putih yang ada iklan minuman dan pastinya baju dapat free.

Walau nampak daif, Baha sentiasa kemas dan berusaha (dengan kolar berlapis takut berdaki) sedaya upaya untuk nampak stail. Baju sentiasa masuk dalam. Seluar slack hijau warna unifom sekolah menengah (memang seluar sekolah menengah pun) dan dua helai lagi seluar jean tak branded . Kasut Baha hanya sepasang. Kasut kulit (atau PVC) hitam, lusuh dan terngaga sikit tapak depan belah kanan.

Hari-hari berjalan kaki dari asrama panjat bukit UiTM, saya perasan nganga tapak kasut Baha makin besar tetapi dalam serba kedaifan, Baha tak sekelit pun nampak menyesali atau merana dengan kekurangan nya, jauh lagi mengharap simpati.

Dia bercampur gaul dengan pelajar-pelajar lain seperti biasa . Baha tak pernah ponteng kelas. Walau tak berapa pandai, dia rajin. Jarang bertanya soalan. Banyak menghabiskan masa di perpustakaan saya dimaklumkan, tetapi pelik tak pandai-pandai.

Minat saya memerhati kan si Baha, semakin mendalam sampai satu hari saya buat ujian untuk mendapat beberapa kepastian. Saya menyuruh pelajar saya buat kerja rumah yang berganda.

Saya suruh buat latihan melukis secara drill iaitu berterusan. Kena guna banyak kertas lukisan. Esok saya suruh hantar. Pagi-pagi lagi atas meja bertindan sketch book. Seorang ada yang hantar tiga, empat sketch book yang mereka kampuh menjadi satu. Bermakna mereka terpaksa membeli banyak sketch book.

Hasil kerja Baha TAK ADA. Puas saya mencari tak juga jumpa. Tak mengapa. Saya relek dulu dan terus masuk kelas.

Dalam minda atau kepala otak saya memikirkan kenapa budak Baha ini tak menghantar kerja. Walau saya mempunyai andaian tapi saya tak buka langsung cerita tugasan yang saya beri, seolah-olah saya tak ada masa nak cek.

Petang tu sebelum tutup pejabat saya memeriksa sekali lagi, terjumpa satu sketch book bertulis Baha bin Sipolan di atas meja saya . Sketch book tu lain dari yang lain. Saya meneliti betul-betul, rupanya dia buat sendiri sketch book tu dari kertas SURAT KHABAR lama.

Baha semakin hari saya perasan macam mengelakkan diri dari saya. Saya buat tak faham sahaja takut dia suspek saya memerhati gerak geri dia.

Seperti biasa dari jauh saya nampak dia ceria dan bersemangat dikalangan kawan-kawan. Sesekali saya merapat meja dia, saya nampak koyak kasut dia dah dililit dengan selepin tape. Koyak di lengan kanan semakin luas. Tuala sapu tangan dikolar tetap maintain. Seluar jean tanpa brand, bersih tak setitik ada kesan cat pun tumpah. Baha memang stail , tapi hari itu saya rasa sebak. Tak sampai hati saya melihat dia serba kekurangan.

Balik rumah, selepas makan malam, saya bercerita kisah Baha kepada isteri saya. Terkedu juga isteri saya.

Hari Ahad itu saya mengemas almari, saya kumpul baju-baju lama dan seluar saya yang saya dah tak pakai (yg masih elok sangat2) Lalu saya minta isteri saya lipat elok-elok dan masukkan ke dalam beg plastik. Saya ada sepasang kasut kulit yang jarang-jarang saya pakai kerana agak sendat pun saya masukkan dalam beg tersebut. Saya nak bagi kepada Baha .

Hari Isnin saya bawa beg plastik itu masuk pejabat saya .sambil memikir bagaimana nak menyerahkan beg tersebut kepada Baha. Takut Baha malu nak terima. Takut dia menolak kerana tak mahu simpati dan empati.

Akhirnya saya memanggil Baha masuk kebilik saya . Saya memulakan cerita lain dahulu. Cerita hal buku sketch book yang dia hantar lewat itu.

Dia minta maaf lewat kerana sketch book dia tak kering lagi pagi itu. Rupanya Baha pergi kutip surat khabar lama di library, dia sapu cat putih (emulsion) bagi jadi kertas putih untuk dia buat lukisan. Tiap muka surat dipotong empat, dikampoh jadi buku lukisan. Cat itu agak lambat nak kering. Jadi dia bantai lukis atas kertas yang lembab.

Memang lah tak menarik , tapi dalam hati saya , ini lah hasil kerja yang paling saya teruja. Kenapa? Dalam situasi kritikal, Baha berupaya menyahut cabaran dengan penyelesaian tugas yang amat kreatif, inovatif dan sensitif.

Walaupun lukisan beliau tak berapa menjadi (sebab permukaan lembab), tapi saya cukup terpikat. Tak sedikit pun Baha mengisyaratkan alasan tak dak duit nak beli sketch book.


Baha memang bergaya. Saya tahu dia tidak berduit. Dia rajin ke library kerana di situ saja ada mesin water-cooler. Baha tak pernah merungut, tak pernah mengeluh.

Sebelum Baha keluar bilik saya, dengan bersahaja saya buka cerita fasal baju-baju saya yang dah tak boleh pakai dan niat saya nak sedekah kepada Baha. Sambil saya menghulur beg plastik putih. Baha seperti tergamam. Malu-malu dan tergagap-gagap sedikit semasa mengucapkan terima kasih tapi dia tidak memandang muka saya.

Saya tak kisah, saya tahu Baha segan dan mungkin sebak. Selepas itu saya termangu seorang diri dalam pejabat saya mengenang kan nasib Baha. Lega tiba-tiba. Tak tahu kenapa terasa seperti menang perang Badar.

Esok pagi-pagi saya tak sabar untuk melihat Baha tetapi saya kena buat biasa slumber relek. Jangan nampak sangat, takut Baha malu dan segan. Dari jauh saya nampak kelibat Baha turun bukit jalan kaki. Rupanya tak berubah. Baju seluar dan kasut yang sama. Mungkin dia tak sempat nak pakai pakaian yang hamba bagi semalam. Tak mengapa.

Saya tunggu esok bagaimana ? Esoknya Baha datang kuliah berpakaian yang sama. Tak berubah langsung. Saya musykil dan hairan kenapa ? . Dia tak sudi kah? Malu nak pakai kah?. Memandang kan cuti awal semesta dah nak bermula, (cuti seminggu ja) mungkin Baha nak pakai lepas cuti agaknya kot saya mengagak lah. Mungkin dia nak nampak lain sempena buka cuti, andaian saya sahaja. Tak kan kasut saya tak muat kot atau seluar slack saya bagi tak boleh pakai. Saiz dia dengan saiz saya tak lah berbeza sangat walau dia muda tapi badan saiz lebih kurang saya.

Lalu cuti awal semester pun bermula.

Cuti awal semester berakhir.


Pelajar-pelajar mulai masuk kelas semula. Mata saya melilau mencari Baha yang berwajah baru.


Anda tahu apa jadi?...... Baha masih berwajah dulu. Baju kemeja kelabu tahi anjing yang sama. Koyak di lengan berjahit rapi dah. Kasut kulit koyak dah digam rapat ,tak pakai selepin tape dah.


Kemusykilan mencuit benak minda saya . Tak boleh jadi nih.

Petang itu sebelum balik saya panggil Baha masuk pejabat saya. Saya bertanya mengapa dia tak pakai pakaian yang saya bagi dulu? Tak muat ka? Tak sudi ka?.


Baha gagap lagi, tapi dia cepat-cepat menjawab. Memang dia berkenan sangat pakaian itu, berterima kasih sebanyaknya kepada saya , dalam serak-serak Baha berkata pakaian itu dia bagi kat abang dia di kampung, sebab abang dia nak pergi interview kerja. Abang dia lebih memerlukan dari dia.


Saya terdiam. Sebak dalam hati tak terperi. BAHA MEMANG HEBAT.

catatan seorang pensyarah 

Saturday, March 16, 2013



KISAH PERJUANGAN SEORANG IBU


Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak laki-lakinya untuk saling menopang. Ibunya bersusah payah seorang diri membesarkan anaknya, dan disaat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak.

Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas.Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah. Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut. Dan kemudian berkata kepada ibunya:
" Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja disawah".

Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata : "Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu, pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana".

Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan kesekolah, mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya. Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.

Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya. Pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata :

" Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran".
Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.

Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata:

"Masih dengan beras yang sama". Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian berkata : "Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna. Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya".

Sang ibu sedikit takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana?"

Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata : "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam-macam jenis beras?"

Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.

Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu!".

Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis".

Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak. Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi." Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.

Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan kesekolah.

Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu."

Sang ibu buru- buru menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."

Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai 627 point. Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras.

Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata :

"Inilah sang ibu dalam cerita tadi." Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik keatas mimbar.

Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut tertuju kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat ibunya dan berkata: "Oh Mamaku……"