Thursday, March 14, 2013


Ku teriris mendengar kisahnya (Kisah Nyata Perjuangan Seorang Ibu)

Ku teriris mendengar kisahnya (Kisah Nyata Perjuangan Seorang Ibu)
“Aku dilahirkan dari rahim seorang ibu untuk menjadi Ibu. Yang harus menjaga dan mendidik anak-anakku, mengurus rumah tanggaku, dan menurut dengan suamiku. Anak-anakku yang masih terlalu kecil untuk mengerti apa yang sebernarnya ibu mereka rasakan, rumah tanggaku yang terlanjur hancur dan suamiku yang sudah tak lagi peduli denganku,”
Saat itu aku putuskan untuk menikah dengan seprang lelaki yang sangat aku cintai. Lelaki yang selalu sempurna di mataku. Lelaki yang selalu mengucap kata-kata manisnya kepadaku. Dan lelaki yang pertama dan untuk yang terakhir kalinya mengucap janji suci untuk menjagaku dan juga rumah tangga ini. masih terdengar jelas janji itu di telingaku. Sampai rumah tangga ini mempunyai keturunan seorang anak laki-laki.
Hingga kejadian itu terjadi. Gempa besar yang melanda daerahku. Yang membuat aku tak dapat berjalan dengan normal. Beberapa bulan setelah itu, aku merasa ada yang aneh dari suamiku. Dia lebih suka pergi dari pada menemaniku dan anakku. Apa lagi dengan kondisiku yang masih trauma karena bencana itu dan juga aku yang sedang mengandung buah hati kami yang ke dua. Namun aku tak berani bertanya padanya. Karena aku tak ingin bertengkar dengan suamiku. Aku hanya dapat bercerita apa yang aku rasakan pada Allah. Dan aku juga tak punya pilihan lain karena aku masih mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anakku.
Saat yang sangat aku tunggu-tunggu telah tiba. Buah hatiku lahir dengan selamat. Aku berharap dengan kehadirannya, suamiku dapat kembali seperti dahulu. Namun kenyataan pahit yang aku alami. Dia dengan ringan hati mengatakan kepada orang tuaku jika dia ingin buah hatinya diasuh oleh orang tuaku. Hatiku hancur. Sangatlah hancur. Namun aku menahannya. Karena sekali lagi aku masih teringat pada buah hatiku.
Ku pendam semuanya bertahun-tahun. Tak ku ceritakan pada seorang pun tentang masalahku dengan suamiku. Aku bertanya-tanya. Apa salahku padanya? Mengapa dia begitu tidak senang terhadapku? Aku selalu memohon pada Allah agar aku tetap di beri kekuatan. Bahkan aku pernah berniat untuk mengakhiri hidupku. Namun aku mendengan suara tangisan buah hatiku yang tak berdosa itu.
Ku mencoba tetap sabar. Namun suatu ketika aku mendapat masalah baru. Saat suamiku pergi menjalankan tugasnya menjadi seorang ABRI. Aku kerepotan dengan kedua anakku yang masih kecil. Aku datang ke tempat mertuaku. Aku meminta baik-baik agar mertuaku mau menjaga anakku. Hanya sebentar saja karena aku ingin membersihkan tubuhku. Namun apa? Caci makian yang aku dapatkan. Ya sudahlah, aku terpaksa tidak mansi seharian karena tidak ada yang mau menjaga anakku.
Siang malam aku menangis. Rumah tanggaku sudah benar-benar hancur. Tak ada harapan lagi. Aku terus mencoba bersabar. Hingga anakku yang terakhir sudah berumur satu tahun. Malam itu saat aku sedang bersama anak-anakku, suamiku pulang. Aku menyambutnya dengan hati senang. Tapi. . . ada seorang wanita yang diajaknya pulang.
Ya Tuhan...
Cobaan apa lagi ini? Semalaman aku tidak dapat tidur. Hanya tangisan yang semakin lama semakin sesak dalam dada. Di depan cermin aku duduk. Ku lihat wajahku. Apa aku ini tidak cantik lagi bagi suamiku? Ku lihat mata ini sudah mulai membengkak. Aku memang sudah tidak secantik dulu. Ku lihat anak-anakku tidur pulas. Ku mulai mengecup keningnya.
“Maafkan Ibu, Ibu tidak bisa menjadi Ibu yang baik untuk kalian,”
Hari berganti. Ku mulai mencoba melupakan kejadian-kejadian itu. Walau itu sangat berat. Tak hanya satu kali suamiku membawa wanita lain pulang ke rumah. Untukku itu sudah biasa. Namun bagaimana dengan anak-anakku? Aku takut jika mereka tau apa yang sebenarnya terjadi pada orang tua mereka.
Aku mencoba mencari uang-uangku yang masih tersisa. Bukan hal yang baru bagiku jika tidak ada uang simpanan. Karena suamiku dan mertuaku hanya memberiku uang yang pas untuk biaya anak-anakku dan kehidupan sehari-hari. Bahkan aku pernah tidak memegang uang seperakpun. Padahal apa yang di katakan orang di luar sana selalu tinggi. Mereka selalu bilang jika aku dan kedua anankku hidup dengan serba kecukupan. Namun omongan itu tidak membuat aku ingin menuntut banyak dengan suamiku. Aku hanya ingin satu. Jika dia ingin membawa wanita lain, jangan saat ada anak-anak. Jangan sampai anak-anak tau apa yang sedang terjadi pada ayahnya. Aku terima apa yang ingin dia lakukan. Karena aku masih percaya Allah tak akan memberi cobaan kepada umatnya jika umatnya itu tidak mampu melewatinya. Aku percaya suatu saat Allah akan memberi semua jalan yang terbaik. Termasuk aku, suamiku dan anak-anakku.
Allah tidak pernah tidur.
Untuk anak-anakku, jangan pernah kalian sekali-kali nakal ya, Nak. Apa lagi sama ayah.
Dan buat suamiku, terima kasih mas sudah menjaga ku, menyayangiku, dan mencintaiku walau itu hanya sebentar. Jika memang aku hanya sampah untukmu, aku akan keluar dari rumahmu. Namun kasih aku kesempatan mas, sampai aku sudah bisa mencari uang sendiri. Terima kasih

No comments:

Post a Comment