Saturday, March 9, 2013



Kisah Pilu Seorang Anak Angkat ( 1)



Namaku RYAN , sejak usia dua tahun aku diadopsi oleh keluarga Hidayat yang telah memiliki dua anak lelaki yaitu  Ali dan Denny. Hidupku sangat bahagia, ayah dan ibu  sangat memanjakan aku, mungkin karena mereka tak memiliki anak perempuan.  Begitu juga kak Ali dan kak Denny begitu perhatian dan melindungiku. Tahun tahun berlalu dengan manisnya, aku merasa menjadi anak paling beruntung di dunia.   Sungguh saat itu aku tak tahu bahwa  aku hanya seorang anak angkat.
USIA 15 TAHUN
Tiba tiba  Kak Ali  harus menikahi kak Ida kekasihnya karena hubungan mereka terlampau jauh.  Walau ayah dan ibu  kecewa, namun akhirnya mereka dinikahkan dengan pesta sederhana.  Beberapa bulan kemudian lahirlah bayi cantik yang diberi nama  Lidia . Kami semua sangat bahagia, terutama ayah dan ibuku yang baru saja memiliki cucu.
Sejak kehadiran Lidia dalam keluarga kami, aku merasakan perubahan pada sikap ayah, ibu dan juga kakak kakakku.  Mereka mulai sering memarahiku, apalagi kak Ida selalu memandangku dengan wajah sinis.  Aku bertanya pada Tuhan,”  Ada apa sebenarnya ya Tuhan, mengapa mereka berubah? “  Ternyata Tuhan mendengar keluh kesahku .
AKU ANAK ANGKAT
Pulang sekolah aku melewati sekelompok ibu ibu yang sedang ngerumpi, tiba tiba aku dengar mereka membicarakan aku.
” Tahu ngga ibu ibu, si Indri kan bukan anak kandung bu Hidayat! Dia itu  anak pungut! Aneh juga  ya udah segede gitu dia ngga tahu.”
Kata kata itu bagai sembilu menghujam hatiku, sepanjang malam aku gelisah dan menangis.
” Benarkah aku anak pungut? Anak siapakah aku ini ? Dimanakah orang tuaku?”  tanyaku dalam hati.
Tak tahan mendengar bisik bisik  tetangga ditambah perubahan sikap keluargaku, maka sore itu aku ajak ibu bicara dikamarnya.
” Bu? benarkah aku ini anak angkat? ” tanyaku sambil menunduk.
Ibuku terkejut lalu berkata, ” Dari mana kamu tahu? kata siapa? “
Aku ceritakan apa yang kudengar, akhirnya ibu mengakui semua.
” Benar Indri, kamu memang bukan anak kandung ibu. Waktu itu ibu ingin sekali memiliki anak perempuan. Lalu ada sepasang suami istri  ingin memberikan anaknya pada orang lain. Mereka adalah ibu dan ayah kandungmu yang bernama Herman dan Jenny.  Jangan tanya pada ibu mengapa mereka berbuat begitu.”
Ibu membuka salah satu  laci lemari yang selalu dikunci,  lalu  diperlihatkan padaku surat pernyataan penyerahan seorang anak berusia dua tahun lengkap dengan alamat kedua orang tua kandungku.
Aku menangis dalam pelukan ibu, namun tak ada lagi kehangatan disana. Sungguh aneh..kemanakah ibuku yang kemarin?
Sejak itu aku merasa bagai orang asing dirumahku sendiri, apalagi kak Ida pandai sekali mencari masalah agar aku kena marah. Kadang dengan  terpaksa aku melawan,  akibatnya bisa diduga, mereka semua menyalahkan aku.
Inilah kata kata indah yang sering kuterima.
” Kamu tuh jadi anak pungut biar tahu diri!”
” Dasar pemalas! Sadar dong kamu tuh siapa!”
Aku sudah berusaha mengambil hati mereka, aku kerjakan semua pekerjaan rumah tangga tapi  ternyata dimata mereka aku selalu salah dan tak berharga.Mengapa begini nasih seorang anak angkat?
Bukan keinginanku dilahirkan ke dunia ini , bukan keinginanku menjadi anak angkat. Mengapa mereka berubah setelah memiliki cucu perempuan?  Kadang aku ingin bunuh diri, tapi masih ada setitik harapan di sana, siapa tahu kedua orang tua kandungku dapat menerimaku kembali.
Demi ketenangan seluruh keluarga, ibu akhirnya menyuruhku kost ditempat lain. Biarlah aku mengalah, yang penting ayah dan ibu masih memberi uang saku ,  membayar uang kost dan uang sekolah.  Aku ingin segera bekerja hingga tak lagi bergantung pada siapapun.
Rasa penasaranku tak pernah hilang, aku ingin tahu siapa orang tuaku.   Dengan berbekal alamat yang diberikan ibuku,akhirnya aku berhasil menemui keluarga kandungku. Rumah mereka cukup besar di daerah Tanah Abang.  Ayah kandungku telah tiada , hanya ibu dan kakak kakak perempuanku yang tinggal di sana.
Aku memasuki rumah besar itu dan disana terpasang photo photo keluarga. Ada  ayah, ibu kandungku dan tiga orang kakak perempuanku, tapi photoku tak ada di sana.
Saat aku datang, ibuku hanya sendiri ditemani pembantu, saat itu siang hari dan kakak kakakku sedang kuliah dan bekerja. Ibu memelukku sejenak lalu mempersilahkan duduk.
” Kamu sudah besar ya nak? Sekarang tinggal dimana?”  tanya ibuku dengan wajah biasa saja.
Aku jawab semua pertanyaan ibuku , tapi tak pernah kuceritakan sikap  menyakitkan keluarga angkatku.  Biar bagaimana ibu angkatku telah merawatku sejak usia dua tahun.Aku hanya ingin tahu mengapa aku diserahkan pada orang lain.
Inilah jawaban beliau.
” Ketika bayi,  kamu diramal oleh seseorang, bahwa kamu akan menjadi anak pembawa sial .  Ternyata benar , usaha ayahmu bangkrut , makanya aku serahkan kamu pada keluarga Hidayat. “
Aku termangu dan bisu  , koq ada ya seorang ibu yang hidup berkecukupan,  memberikan anaknya pada orang lain karena percaya ramalan. Ya Tuhan….

No comments:

Post a Comment