Ku teriris mendengar kisahnya (Kisah Nyata Perjuangan Seorang Ibu)
Ku teriris mendengar kisahnya (Kisah Nyata Perjuangan Seorang Ibu)
“Aku
dilahirkan dari rahim seorang ibu untuk menjadi Ibu. Yang harus menjaga
dan mendidik anak-anakku, mengurus rumah tanggaku, dan menurut dengan
suamiku. Anak-anakku yang masih terlalu kecil untuk mengerti apa yang
sebernarnya ibu mereka rasakan, rumah tanggaku yang terlanjur hancur dan
suamiku yang sudah tak lagi peduli denganku,”
Saat
itu aku putuskan untuk menikah dengan seprang lelaki yang sangat aku
cintai. Lelaki yang selalu sempurna di mataku. Lelaki yang selalu
mengucap kata-kata manisnya kepadaku. Dan lelaki yang pertama dan untuk
yang terakhir kalinya mengucap janji suci untuk menjagaku dan juga rumah
tangga ini. masih terdengar jelas janji itu di telingaku. Sampai rumah
tangga ini mempunyai keturunan seorang anak laki-laki.
Hingga
kejadian itu terjadi. Gempa besar yang melanda daerahku. Yang membuat
aku tak dapat berjalan dengan normal. Beberapa bulan setelah itu, aku
merasa ada yang aneh dari suamiku. Dia lebih suka pergi dari pada
menemaniku dan anakku. Apa lagi dengan kondisiku yang masih trauma
karena bencana itu dan juga aku yang sedang mengandung buah hati kami
yang ke dua. Namun aku tak berani bertanya padanya. Karena aku tak ingin
bertengkar dengan suamiku. Aku hanya dapat bercerita apa yang aku
rasakan pada Allah. Dan aku juga tak punya pilihan lain karena aku masih
mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anakku.
Saat
yang sangat aku tunggu-tunggu telah tiba. Buah hatiku lahir dengan
selamat. Aku berharap dengan kehadirannya, suamiku dapat kembali seperti
dahulu. Namun kenyataan pahit yang aku alami. Dia dengan ringan hati
mengatakan kepada orang tuaku jika dia ingin buah hatinya diasuh oleh
orang tuaku. Hatiku hancur. Sangatlah hancur. Namun aku menahannya.
Karena sekali lagi aku masih teringat pada buah hatiku.
Ku
pendam semuanya bertahun-tahun. Tak ku ceritakan pada seorang pun
tentang masalahku dengan suamiku. Aku bertanya-tanya. Apa salahku
padanya? Mengapa dia begitu tidak senang terhadapku? Aku selalu memohon
pada Allah agar aku tetap di beri kekuatan. Bahkan aku pernah berniat
untuk mengakhiri hidupku. Namun aku mendengan suara tangisan buah hatiku
yang tak berdosa itu.
Ku
mencoba tetap sabar. Namun suatu ketika aku mendapat masalah baru. Saat
suamiku pergi menjalankan tugasnya menjadi seorang ABRI. Aku kerepotan
dengan kedua anakku yang masih kecil. Aku datang ke tempat mertuaku. Aku
meminta baik-baik agar mertuaku mau menjaga anakku. Hanya sebentar saja
karena aku ingin membersihkan tubuhku. Namun apa? Caci makian yang aku
dapatkan. Ya sudahlah, aku terpaksa tidak mansi seharian karena tidak
ada yang mau menjaga anakku.
Siang
malam aku menangis. Rumah tanggaku sudah benar-benar hancur. Tak ada
harapan lagi. Aku terus mencoba bersabar. Hingga anakku yang terakhir
sudah berumur satu tahun. Malam itu saat aku sedang bersama anak-anakku,
suamiku pulang. Aku menyambutnya dengan hati senang. Tapi. . . ada
seorang wanita yang diajaknya pulang.
Ya Tuhan...
Cobaan
apa lagi ini? Semalaman aku tidak dapat tidur. Hanya tangisan yang
semakin lama semakin sesak dalam dada. Di depan cermin aku duduk. Ku
lihat wajahku. Apa aku ini tidak cantik lagi bagi suamiku? Ku lihat mata
ini sudah mulai membengkak. Aku memang sudah tidak secantik dulu. Ku
lihat anak-anakku tidur pulas. Ku mulai mengecup keningnya.
“Maafkan Ibu, Ibu tidak bisa menjadi Ibu yang baik untuk kalian,”
Hari
berganti. Ku mulai mencoba melupakan kejadian-kejadian itu. Walau itu
sangat berat. Tak hanya satu kali suamiku membawa wanita lain pulang ke
rumah. Untukku itu sudah biasa. Namun bagaimana dengan anak-anakku? Aku
takut jika mereka tau apa yang sebenarnya terjadi pada orang tua mereka.
Aku
mencoba mencari uang-uangku yang masih tersisa. Bukan hal yang baru
bagiku jika tidak ada uang simpanan. Karena suamiku dan mertuaku hanya
memberiku uang yang pas untuk biaya anak-anakku dan kehidupan
sehari-hari. Bahkan aku pernah tidak memegang uang seperakpun. Padahal
apa yang di katakan orang di luar sana selalu tinggi. Mereka selalu
bilang jika aku dan kedua anankku hidup dengan serba kecukupan. Namun
omongan itu tidak membuat aku ingin menuntut banyak dengan suamiku. Aku
hanya ingin satu. Jika dia ingin membawa wanita lain, jangan saat ada
anak-anak. Jangan sampai anak-anak tau apa yang sedang terjadi pada
ayahnya. Aku terima apa yang ingin dia lakukan. Karena aku masih percaya
Allah tak akan memberi cobaan kepada umatnya jika umatnya itu tidak
mampu melewatinya. Aku percaya suatu saat Allah akan memberi semua jalan
yang terbaik. Termasuk aku, suamiku dan anak-anakku.
Allah tidak pernah tidur.
Untuk anak-anakku, jangan pernah kalian sekali-kali nakal ya, Nak. Apa lagi sama ayah.
Dan
buat suamiku, terima kasih mas sudah menjaga ku, menyayangiku, dan
mencintaiku walau itu hanya sebentar. Jika memang aku hanya sampah
untukmu, aku akan keluar dari rumahmu. Namun kasih aku kesempatan mas,
sampai aku sudah bisa mencari uang sendiri. Terima kasih
No comments:
Post a Comment